DJP Manfaatkan Kemitraan Konsultan dan Big Data untuk Tingkatkan Penerimaan
Kesadaran akan fungsi sentral pajak bagi kemajuan Indonesia perlu terus digaungkan. Tujuannya, mencapai amanat konstitusi negara, mewujudkan masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia.
Demikian Hadi Poernomo, Direktur Jenderal Pajak Periode 2001-2006 serta Ketua BPK RI Periode 2009-2014 dalam Kongres Asosiasi Konsultan Pajak Publik Republik Indonesia (AKP2I) 1, di Jatiluhur, Purwakarta, Jumat (14/2/2020), dengan tema 'Big data meningkatkan penerimaan pajak dan mencegah korupsi'.
Baca Juga: Soal Omnibus Law, Dirjen Pajak Lempar Tanggung Jawab ke DPR
Dalam kesempatan tersebut juga dipaparkan secara konseptual dan terstruktur grand strategy DJP 10 tahun (2001 s/d 2010) untuk mewujudkan Big Data.
Menurut Hadi Poernomo, keadilan dan kemakmuran hanya dapat diwujudkan apabila berbagai kecurangan termasuk korupsi dapat diberantas secara sistemik. Kunci dari grand strategy ini terletak pada transparansi.
"Transparansi telah diterapkan di Indonesia sejak awal Republik ini berdiri. Tupoksi Pengeluaran dan Belanja Negara oleh Menkeu juga dilakukan Presiden Soekarno untuk menciptakan pengelolaan Keuangan Negara yang benar, sehat dan akuntabel," ungkap pria yang telah menjadi pegawai pajak sejak 1 Januari 1966 ini.
Hadi Poernomo belajar dari sejarah, merangkai dan menjalankan grand strategy menghapus kendala kerahasiaan dengan meluncurkan Reformasi Perpajakan Tahun 2001 yang terakomodasi dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2001 tentang APBN Tahun Anggaran 2002.
Fokus utama pada pengembangan sistem informasi dan monitoring perpajakan yang terintegrasi dan on-line antar unit-unit terkait. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan pajak melalui Big Data.
Big Data mengintegrasikan secara otomatis (linking by system) data-data finansial maupun nonfinansial di luar aparat pajak ke dalam Bank Data Pajak yang terpusat secara nasional.
Dilakukan pula proses pencocokan (matching) data lawan transaksi dengan SPT Wajib Pajak.
Mekanisme ini membuat Direktorat Jendral Pajak mampu mendeteksi kecurangan secara otomatis dan menciptakan kondisi “terpaksa jujur” secara sistem, tidak hanya terkait kecurangan pajak namun juga seluruh kecurangan yang terjadi termasuk korupsi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Muhammad Syahrianto