Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo melakukan optimalisasi untuk sawit rakyat untuk peningkatkan produksi kelapa sawit yang dihasilkan oleh petani swadaya melalui program peremajaan sawit rakyat (PSR) atau replanting sawit.
Program PSR tersebut diharapkan dapat meningkatkan produksi kelapa sawit petani dan memberikan hasil yang optimal hingga mencapai 8 ton/ha/tahun.
Baca Juga: Sawit Indonesia: Apa Salahku Uni Eropa?
“Saya melihat dari data produktivitas kelapa sawit kita masih tergolong rendah, yaitu 3,7 ton. Melalui program replanting ini diharapkan produksi dapat meningkat,” ujar Ma'ruf saat menerima Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) di Jakarta, belum lama ini.
Ma'ruf menambahkan bahwa dalam peningkatan produksi, Pemerintah juga memberikan program kemudahan pembiayaan. Ia mengungkapkan bahwa petani dapat memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Pendanaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS).
“Program PSR dapat memanfaatkan KUR. Tahun ini bunganya hanya 6 persen dan Pemerintah memberikan kemudahan dengan penyesuaian periode waktu KUR, yaitu 4 tahun,” tambahnya.
APKASINDO dalam pembinaan petani sawit tersebar di 22 provinsi dan 117 kabupaten. Untuk ke depannya Wapres berharap pemerintah dapat meningkatkan penyediaan bibit unggul, dan kemudahan petani untuk mendapatkannya.
“Kita harapkan ada peningkatan kualitas produksi kelapa sawit agar didapat harga jual yang tinggi dan merata di semua daerah,” ujar Ma'ruf.
Di kesempatan yang sama, Mentan Syahrul mengatakan jika Wapres memintanya untuk melakukan komunikasi komprehensif dalam penanganan budidaya replanting sawit.
Ia mengungkap jika ada beberapa kendala yang terjadi sehingga membuat program sawit rakyat tidak berjalan optimal sehingga dibutukan tahapan untuk memastikan penanganan program sawit rakyat itu berjalan dengan baik.
"Tidak hanya mencoba masuk dalam pendekatan replanting atau menanam sawit dan memeliharanya tapi bagaimana sampai pada titik bagaimana mengolahnya seperti apa di tingkat rakyat, mulanya di tingkat industri, ini tentu saja bagian-bagian yang harus dipikirkan bersama," ujanya.
Agriculture War Room (AWR)
Untuk penanganan PSR, Mentan membutuhkan sebuah proses, membutuhkan agenda yang cepat bisa dilakukan untuk menangani seperti apa sih masalah yang utama. Ia juga mengatakan Kementerian Pertanian (Kementan) saat ini menghadirkan Agriculture War Room (AWR) dalam memantau pembangunan pertanian yang real time.
"Ini langkah kami untuk mengupdate data pertanian. Semua potensi bisa kita lihat dari sini dan kita dan akan kita optimalisasikan diharapkan ini dapat menjadi jembatan informasi antara pemerintah dan pelaku pertanian di lapangan,"kata Syahrul.
Teknologi AWR berisi himpunan data mengenai produksi pangan, stok pupuk subsidi, luas lahan sawah, masa panen dan lainnya yang dapat tersaji cepat dan setiap waktu.
Di kesempatan yang berbeda, pakar teknologi informatika sekaligus mantan Rektor Institut Perbanas, Marsudi Wahyu Kisworo mengatakan bahwa Pemanfaatan serta penggunaan teknologi Agriculture War Room (AWR) dapat berpengaruh membentuk pengelolaan pertanian Indonesia yang 'smart farming'.
"Zaman revolusi industri 4.0 kini, semua bisa direkayasa teknologi. Tidak lagi manual, misalnya sektor pertanian hanya tergantung pada kondisi alam," ujarnya.
Menurut Marsudi, manfaat dari 'smart farming AWR' tersebut tampak pada tersusunnya data pertanian yang valid. Sehingga laporan perkembangan diterima berbasis data. Selain itu AWR bakal menarik minat generasi milenial menekuni pertanian sebab telah beradaptasi dengan modernisasi zaman.
"Smart farming itu tercipta dari bagaimana keadaan pertanian, pangan kita, lahan sawah yang ada, dapat terpantau cepat berdasarkan data. Bukan lagi klaim atau melihat alam," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto