Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Studi: Corona Lebih Menular daripada SARS dan MERS

Studi: Corona Lebih Menular daripada SARS dan MERS Coronaviruses take their name from their crown-like halo. | Kredit Foto: Eye of Science
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebuah studi komprehensif terhadap lebih dari 72 ribu kasus infeksi virus corona jenis baru oleh para ilmuwan asal China mengungkapkan informasi lebih lanjut tentang epidemi ini. Dilakukan oleh sekelompok ahli di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Cina (CDCC), diterbitkan dalam Chinese Journal of Epidemiology pada Senin (17/2) lalu, penelitian ini menjadi yang paling besar dan menyeluruh.

Dari penelitian baru tersebut ditemukan bahwa virus corona jenis baru lebih menular dibandingkan virus serupa seperti yang menyebabkan SARS (sindrom pernapasan akut parah) dan MERS. Penyakit yang dihasilkan Covid-19 memang tidak fatal berdasarkan kasus per kasus, tetapi penyebarannya jauh lebih besar sehingga menyebabkan lebih banyak kematian.

Baca Juga: Tolak Minta Maaf Soal Corona, China Cabut Izin Pers 3 Jurnalis WSJ

Studi dilakukan dengan memeriksa data dari 72.314 pasien, 44.672 di antaranya adalah kasus yang dikonfirmasi (61,8 persen) serta 10.567 kasus yang didiagnosis secara klinis (14,6 persen) dan 16.186 kasus yang dicurigai (22,4 persen). Sementara, sebanyak 889 kasus tambahan yang diperiksa tidak menunjukkan gejala apapun.

Kasus yang didiagnosis secara klinis adalah pasien yang menunjukkan gejala Covid-19, tetapi tidak dapat dilakukan tes atau diyakini memiliki hasil pemeriksaan negatif virus. Dari 44.672 kasus yang dikonfirmasi, CDCC mengatakan ada 1.023 kematian. Angka perkiraan kematian 2,3 persen, sejalan dengan penelitian dan proyeksi lainnya.

Sebagai perbandingan, SARS memiliki tingkat moralitas 9,6 persen selama wabah terjadi pada 2003, sementara MERS memiliki kasus kematian 35 persen. Influenza musiman, yang sangat menular dan berdampak pada puluhan juta orang, memiliki tingkat kematian sekitar 0,1 persen.

Para ahli internasional telah memperingatkan bahwa angka awal mungkin tidak dapat mengungkapkan secara keseluruhan tentang Covid-19. Angka fatalitas kasus dapat turun karena para pejabat di negara yang terdampak menemukan kasus yang lebih ringan, serta tidak mencari perawatan medis.

"Menurut saya dan rekan-rekan lainnya bahwa tingkat kematian kurang dari dua persen. Satu yang mungkin tidak dihitung adalah sejumlah besar orang yang asimptomatik atau minim gejala sehingga penyebut persamaan Anda kemungkinan jauh lebih besar," ujarĀ  Anthony Fauci, direktur Institut Nasional untuk Penyakit Alergi dan Penyakit Menular Amerika Serikat (AS), dilansir CNN, Rabu (19/2/2020).

Covid-19 telah menginfeksi lebih banyak orang dibandingkan SARS dan MERS. Oleh karena itu, jumlah kematian telah melampaui kedua virus tersebut. Wabah SARS tercatat merenggut nyawa 774 orang, sementara MERS menewaskan sedikitnya 828 orang sejak 2012. Meski demikian, flu biasa telah menyebabkan kematian jauh lebih banyak daripada gabungan semua virus tersebut. Di AS, puluhan ribu orang meninggal karena flu akibat penyebarannya yang masif.

Sementara, jumlah kematian akibat infeksi Covid-19 menembus angka 2.000 dan 99 persen terjadi di wilayah daratan China dan hanya lima di luar kawasan tersebut. Mayoritas kematian terjadi pada orang-orang lanjut usia dan mereka yang telah memiliki penyakit lainnya sehingga lebih rentan terhadap infeksi virus.

Pejabat kesehatan di China juga telah menerbitkan rincian pertama lebih dari 44 ribu kasus virus corona, dalam studi terbesar sejak wabah ini dimulai. Data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China (CCDC) menemukan bahwa lebih dari 80 persen kasusnya ringan. Orang sakit dan lansia adalah yang paling berisiko.

Penelitian ini juga menunjukkan risiko tinggi bagi staf medis. Seorang direktur rumah sakit di kota Wuhan meninggal karena virus itu pada Selasa (18/2/2020). Liu Zhiming (51 tahun) adalah direktur Rumah Sakit Wuchang di Wuhan, salah satu rumah sakit terkemuka di pusat epidemi. Dia adalah salah satu pejabat kesehatan paling senior yang meninggal sejauh ini.

Hubei, yang ibu kotanya adalah Wuhan, adalah provinsi yang terkena dampak terburuk di negara itu. Dilansir BBC pada Rabu (19/2/2020), laporan oleh CCDC menunjukkan bahwa tingkat kematian provinsi adalah 2,9 persen dibandingkan dengan 0,4 persen di seluruh negara.

Hasil studi oleh CCDC dirilis pada Senin dan diterbitkan dalam Chinese Journal of Epidemiology. Studi melihat lebih dari 44 ribu kasus Covid-19 yang dikonfirmasi di China pada 11 Februari.

Sementara hasil sebagian besar mengonfirmasi deskripsi sebelumnya dari virus dan pola infeksi, penelitian ini mencakup rincian rinci dari 44.672 kasus yang dikonfirmasi di seluruh China. Ditemukan bahwa 80,9 persen infeksi diklasifikasikan sebagai ringan, 13,8 persen parah, dan hanya 4,7 persen kritis.

Jumlah kematian di antara mereka yang terinfeksi, yang dikenal sebagai tingkat kematian, tetap rendah. Akan tetapi, risiko kematian meningkat di antara mereka yang berusia di atas 80 tahun.

Melihat rasio jenis kelamin, pria lebih cenderung meninggal (2,8 persen) daripada wanita (1,7 persen). Studi ini juga mengidentifikasi penyakit mana yang menempatkan pasien pada risiko. Studi menempatkan penyakit kardiovaskular di nomor satu, diikuti oleh diabetes, penyakit pernapasan kronis, dan hipertensi.

Dikutip laman South China Morning Post, jumlah warga China yang tertular atau terinfeksi juga bertambah menjadi 74.129 kasus. Sekitar 11.200 di antaranya berada dalam kondisi parah atau kritis. Otoritas kesehatan Hubei juga melaporkan tentang pasien yang sembuh setelah menjalani perawatan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: