Ambisi Punya 100 Kota Pintar, Indonesia Harus Bereskan Kemacetan Dulu
Indonesia telah mulai mengimplementasikan inisiatif kota pintar. Presiden Joko Widodo pun meluncurkan visi Menuju 100 Kota Pintar. Balikpapan misalnya, yang sedang dibangun Ibu Kota Baru, menerapkan kota pintar untuk meningkatkan sejumah program termasuk jaringan informasi, kualitas reformasi sumber daya manusia, dan birokrasi.
Menurut Agus Budi, Sekretaris Bappeda Kota Balikpapan, tujuannya adalah untuk memberikan layanan publik yang lebih baik dan lebih efisien kepada masyarakat. Mereka ingin meraih status kota pintar pada 2021 dan sedang dalam perjalanan transformasi.
Menanggapi visi tersebut, Managing Director PT SAP Indonesia, Andreas Diantoro berpendapat, ini berarti bahwa hanya dalam 10 tahun, wajah kota-kota Indonesia akan berubah karena akan ada tekanan besar pada infrastruktur perkotaan dan layanan publik untuk disampaikan pada kecepatan yang lebih cepat dan lebih besar.
Baca Juga: Di Tengah Ancaman Corona dan DBD, Enesis Group Genjot Penjualan
Dan dengan keputusan pemerintah untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur, Indonesia memiliki peluang unik untuk mengembangkan kota pintar dari bawah ke atas. Sementara ide menciptakan kota pintar telah meraih imajinasi populer dengan teknologi seperti mobil otonom atau mengemudi sendiri, jaringan listrik pintar, bahkan bangunan pintar yang bisa menghasilkan energi sendiri. Apa sebenarnya yang membuat sebuah kota pintar?
Di SAP, menurut Andreas, mendefinisikan kota pintar sebagai yang mencakup spektrum penuh interaksi manusia termasuk tata kelola; kondisi kehidupan warganya; lingkungan dan infrastruktur; mobilitas; dan pertumbuhan ekonomi.
Sebuah kota yang ada untuk warganya yang membawa kita pada bagaimana SAP memenuhi tujuannya di Indonesia untuk membantu menjadikan bisnis dan pemerintah berjalan lebih baik dan meningkatkan kehidupan warganya.
"Desain dan implementasi yang tepat dapat menjadikan kota-kota seperti Jakarta tempat yang bagus untuk hidup--tidak hanya ditentukan oleh kekayaannya, tetapi juga oleh kesejahteraan yang ditawarkannya untuk saat ini dan masa depan," jelas Andreas.
Salah satu tantangan terbesar bagi banyak kota di Indonesia, termasuk Jakarta adalah kemacetan. Lalu bagaimana Jakarta mengatasi masalah kemacetan lalu lintasnya? Jawaban yang jelas adalah menggunakan data yang lebih besar dalam perencanaan kota dan membuat keputusan cerdas tentang tempat berinvestasi dana untuk mengurangi lalu lintas di jalan-jalan.
Dalam hal ini, Jakarta dapat belajar dari pengalaman Nanjing, bekas ibu kota China dan salah satu dari 20 kota teratas di negara tersebut dengan populasi hanya lebih dari 8 juta. Volume lalu lintas di kota sangat besar dan mencerminkan situasi di Jakarta.
Nanjing memiliki sekitar 10.000 taksi, 7.000 bus, dan 1 juta mobil pribadi yang berjalan melalui jaringan jalan kota. Bandingkan angka-angka ini dengan Jakarta, yang hampir dua kali lipat menjadi 137 juta kendaraan di jalan pada 2017, dalam kurun waktu hanya 10 tahun.
Baca Juga: Industri Sawit Ikut Perangi Corona!
"Untuk membantu mengatasi volume lalu lintas, Nanjing mengembangkan sistem lalu lintas pintar generasi berikutnya yang mencakup penggunaan sensor dan cip identifikasi frekuensi radio (RFID) untuk menghasilkan aliran data berkelanjutan tentang status sistem transportasi di seluruh kota," ungkap Andreas.
Kota ini menggunakan SAP IoT dan SAP HANA untuk menganalisis pola pergerakan lalu lintas secara real time. Total lebih dari 20 miliar data sensor dihasilkan setiap tahun di kota. Data ini dikombinasikan dengan data lain seperti perilaku perjalanan individu, harga tiket, kondisi jalan, dan aksesibilitas area. Analitik lalu lintas cerdas menggunakan algoritme analitik canggih membantu kota memahami data.
Sementara Jakarta telah menerapkan beberapa langkah untuk mengurangi kemacetan lalu lintas--MRT Jakarta yang lebih besar, sistem transit kereta api ringan, sistem bus Transjakarta, kereta api bandara dan kereta commuter--manajemen yang lebih baik dan integrasi sistem transportasi umum dengan penggunaan mobil pribadi sangat dibutuhkan.
"Sistem manajemen lalu lintas yang digerakkan oleh data mungkin tidak hanya meningkatkan kehidupan warga Jakarta, tetapi juga dapat membantu meningkatkan produktivitas, menarik investasi baru, dan menarik bakat global ke kota," jelas Andreas.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: