Riset Bank Dunia berjudul Digital Divide and Dividends yang dipaparkan oleh Deepak Mishra cukup tepat menggambarkan situasi yang gagap teknologi. Meskipun jumlah pengguna internet meningkat tiga kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir, namun 60% kelompok terbawah masih offline. Para pekerja ojek online, menurut Bhima, kebanyakan datang dari masyarakat yang sebelumnya gagap teknologi (gaptek), yang dipaksa oleh keadaan untuk mempelajari aplikasi.
Tidak hanya itu, banyak juga pekerja informal yang tidak masuk kriteria dalam bantuan lainnya, seperti kartu prakerja. Menurut Bhima, kartu prakerja tidak cocok dalam kondisi bencana. Kelompok rentan miskin, pedagang asongan, UMKM, tidak butuh pelatihan. Mereka membutuhkan cash transfer atau bantuan tunai.
Baca Juga: EIU Ramal Ekonomi Global Kontraksi hingga 2,5%
"Langsung saja uang ditransfer, toh bagi driver ojek online, semua nama dan alamat serta titik lokasi sudah disetor ke pihak aplikator. Pemerintah tinggal kerja sama dengan aplikator untuk mengirimkan uang langsung ke rekening masing-masing, apa repotnya? Kartu prakerja juga tidak menjamin mereka yang lulus, kemudian langsung diterima kerja. Apakah di tengah kondisi krisis ekonomi ada industri yang berbaik hati mau menampung jutaan peserta kartu prakerja?" urai Bhima.
Bantuan terakhir, soal Program Kartu Harapan (PKH), banyak pekerja informal yang juga tidak bisa mendapatkannya. Sebab PKH hanya untuk kelompok tertentu, istrinya bukan difabel, bukan berada di garis kemiskinan. Padahal hanya menghitung hari para pekerja informal akan berada di bawah garis kemiskinan, tapi apa lacur data soal turunnya pendapatan yang cepat di tengah corona tidak langsung masuk data pemerintah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Rosmayanti