Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mendorong Kolaborasi Petani Plasma Sawit dengan Perusahaan Swasta Raksasa

Oleh: Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, Open Governement Partnership ReThinkbyAWR

Mendorong Kolaborasi Petani Plasma Sawit dengan Perusahaan Swasta Raksasa Petani mengumpulkan hasil panen kelapa sawit di lahan perkebunan Danau Lamo, Maro Sebo, Muarojambi, Jambi, Minggu (2/12/2018). Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas terus mendorong pelaku industri kelapa sawit dan pemerintah daerah untuk melakukan hilirisasi agar bisa menghadapi tekanan pasar global yang telah mengakibatkan harga komoditas perkebunan itu anjlok dari sebelumnya 530 dolar AS per ton menjadi sekitar 420 dolar AS per ton. | Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) Perkebunan dilaksanakan dengan mekanisme yang telah ditentukan dalam beberapa peraturan.

Mekanisme ini dilakukan dalam empat fase, yaitu (1) tahap persiapan yang meliputi persiapan proyek; (2) tahap pembangunan fisik, baik kebun maupun pemukiman serta berbagai prasarana dan kemudahan yang diperlukan; (3) konversi yaitu tahap pengalihan pemilikan kebun plasma dan beban kredit kepada petani peserta terpilih; (4) pasca-konversi, yaitu tahap pengembangan yang meliputi masa pelunasan kredit, pembinaan petani, dan usaha tani menuju terbentuknya petani yang mandiri.

Baca Juga: Yeayy, Industri Sawit Indonesia Jauh dari Ancaman PHK

Konversi bukanlah tujuan akhir pengembangan perkebunan melalui Pola PIR, tetapi merupakan tolak ukur awal keberhasilan Pola PIR Perkebunan. Tahap konversi dianggap berhasil apabila telah memenuhi standar minimal yang ditetapkan di antaranya status formal peserta yang dikukuhkan dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II; tersedianya kebun plasma yang sudah memenuhi kriteria siap digarap petani; terlaksananya sertifikasi lahan pokok dan lahan pekarangan; dan adanya egilibitas bank teknis.

Pola perusahaan inti Perkebunan Kelapa Sawit dilakukan dengan mekanisme tertentu dimaksudkan agar maksud dan tujuan utama dalam penerapan Pola PIR Perkebunan Kelapa Sawit bisa tercapai secara maksimal, yaitu menciptakan hubungan berkelanjutan antara perkebunan besar dan perkebunan rakyat.

Selain itu, meningkatkan kesejahteraan para petani sawit dan keluarga dengan mendorong produktivitas dan pendapatan dari perkebunan sekaligus melestarikan sumber daya alam.

Menurut Data BPS Kalteng (https://kalteng.bps.go.id), terjadi penurunan yang signifikan (volume dan luas) dari beberapa komoditas perkebunan, misalnya kopi, kelapa, dan lada. Sedangkan komoditas kakao dan kelapa sawit mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 2013 ke 2018.

Dari tabel tersebut, kita bisa melihat bahwa hanya dari satu provinsi di Indonesia yaitu Kalimantan Tengah bahwa kelapa sawit memiliki lahan terluas yaitu sebesar 1.516.842 hektare pada tahun 2018 namun hasil produksinya lebih besar dari luas lahannya. Luas lahan kelapa sawit di Kalimantan Tengah merupakan provinsi urutan keempat di Indonesia. Adapun, urutan pertama yakni Riau (2,74 juta ha), Sumatera Utara (1,74 juta ha), dan Kalimantan Barat (1,53 juta ha).

Beberapa contoh perusahaan yang bermitra dengan petani plasma sawit yaitu Astra Agro dan Asian Agri. Sejak 2018 Astra Argo berkolaborasi dengan 77.860 perkebunan inti rakyat yang tergabung dalam 2.736 kelompok tani.

Program CSR dari Astra Agro adalah Income Generating Activity (IGA) yang berbasis sawit dan nonsawit. Astra Agro melakukan pendampingan di 150 desa, 27 kabupaten, delapan provinsi. Program sektor nonsawit seperti budidaya ikan, pengolahan ikan asap, ekowisata gajah, peternakan ayam, konsep wirausaha yang terintegrasi dengan Masyarakat Peduli Api, jaringan pendidikan, kesehatan dan lingkungan di sekitar wilayah perkebunan.

Sementara Asian Agri bermitra dengan 30.000 petani plasma dengan total luas lahan 60.000 ha. Asian Agri berkontribusi pada meningkatkan standar hidup petani plasma yang dapat berdampak pada pendapatan para petani.

Dalam kemitraan dengan petani plasma, Asian Agri melatih petani plasma mengelola perkebunan kelapa sawit mereka dengan cara berkelanjutan dan produktif. Asian Agri juga membantu mendapatkan pinjaman dari bank untuk memulai perkebunan baru dan membantu untuk dapat membayar pinjaman.

Asian Agri juga menyediakan bibit topaz milik perusahaan bagi petani mitra di mana bibit topaz memiliki produktivitas yang lebih tinggi. Kemudian Asian Agri membentu petani mendapatkan penghasilan alternatif saat menghadapi masa replanting, membantu mendapatkan RSPO, serta memiliki program yang bernama Komitmen Satu Banding Satu (1:1).

Dalam komitmen ini perusahaan bertujuan untuk menyamakan total lahan perusahaan dengan total lahan yang dimiliki oleh mitra petani dan ditargetkan tercapai di tahun 2018. Komitmen Asian Agri untuk menjalin kemitraan dengan para petani Indonesia melalui Komitmen Kemitraan Satu Banding Satu (One to One) telah berhasil tercapai.

Sejauh ini Asian Agri telah berhasil menjalin kemitraan dengan petani yang mengelola lahan perkebunan kelapa sawit dengan luasan yang sama dengan luasan lahan milik perusahaan yaitu 100.000 hektare.

Komitmen Kemitraan One to One mewujudkan pengelolaan satu hektare lahan petani sebanding dengan satu hektare lahan inti Asian Agri, yang terdiri dari 60.000 hektare kebun petani plasma dan 40.000 hektare kebun petani swadaya. Komitmen yang resmi dinyatakan pada pertengahan 2017 lalu berhasil terpenuhi di akhir tahun 2018 dengan penambahan jumlah lahan petani swadaya menjadi seluas 41.000 hektare, melebihi target awal yaitu 40.000 hektare.

Perkebunan kelapa sawit dapat tercapai sebagaimana mestinya, yaitu menciptakan hubungan kemitrasejajaran yang saling menguntungkan, utuh, dan berkesinambungan antara perkebunan besar dengan perkebunan rakyat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: