Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kebijakan Lockdown Hasilkan Polusi Udara di Kota-kota Besar Dunia Merosot 60 Persen

Kebijakan Lockdown Hasilkan Polusi Udara di Kota-kota Besar Dunia Merosot 60 Persen Kredit Foto: Reuters/Manuel Silvestri
Warta Ekonomi, Roma, Italia -

Kebijakan lockdown, larangan bepergian, dan penutupan industri akibat wabah virus corona (Covid-19) menyebabkan polusi udara menurun di seluruh dunia. Mayoritas kota-kota besar, seperti Seoul, New York, London, Roma, dan Wuhan, mengalami penurunan PM 2,5 sekitar 60% hanya dalam tiga pekan.

IQAir menyatakan penurunan terbesar terjadi di New Delhi, Seoul, Wuhan, dan Mumbai. Sebelumnya, keempat kota itu memiliki tingkat polusi udara yang sangat tinggi. Para ahli dari IQAir saat ini lebih fokus mengamati kota-kota yang terkena kebijakan lockdown minimal selama tiga pekan dan dikenal penuh polusi.

Baca Juga: 5 Negara yang Gelar Demonstrasi Demi Protes Aturan Lockdown

Sebelumnya, Google juga memberikan gambaran serupa menyusul adanya perubahan pergerakan manusia. Intensitas kunjungan menuju ritel dan tempat rekreasi, grosir dan farmasi, stasiun dan terminal, taman, serta kantor telah menurun sehingga kualitas udara menjadi lebih baik di berbagai wilayah.

Fenomena itu terjadi mulai 6 Februari hingga 29 Maret silam dan dari Afghanistan hingga Zimbabwe. Sebagian besar masyarakat dunia kini lebih memilih tinggal atau beraktivitas di sekitar rumah, perumahan, atau apartemen, tak terkecuali atlet, aktor, atau tokoh besar dunia, seperti Ratu Elizabeth II.

“Kami mendengar otoritas kesehatan menyatakan penggunaan produk seperti Google Maps dapat digunakan untuk menentukan keputusan dalam melawan Covid-19,” ungkap Google.

“Laporan ini menunjukkan bahwa pergerakan manusia mengalami penurunan dari waktu ke waktu,” tambahnya.

Google telah melacak pergerakan orang di 130 negara, termasuk Indonesia, melalui data lokasi yang dipantulkan Google Maps atau produk Google lainnya. Brand paling berharga di dunia pada 2017 itu biasanya menggunakan fitur tersebut untuk membantu pengendara menghindari kemacetan di jalan-jalan utama.

Dalam laporan ini, Google telah melacak pergerakan orang di titik-titik tertentu. Selain berharap data ini dapat digunakan otoritas kesehatan untuk menanggulangi wabah Covid-19, perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu juga berjanji akan menjaga privasi setiap orang yang didata Google Maps selama masa lockdown.

“Informasi ini diharapkan dapat membantu pejabat pemerintah menerapkan kebijakan yang tepat,” ungkap Google.

“Selain itu, dengan adanya kunjungan ke sejumlah hub transportasi, pemerintah mungkin perlu menambah unit atau jam operasional bus sehingga penumpang tidak berdesak-desakan,” tambahnya.

Google menambahkan, pengguna Google Maps dapat memilih untuk tidak memberikan data. Namun, dengan sikap kooperatif, mereka dapat melihat tingkat kepadatan pengunjung di suatu lokasi sehingga dapat menghindari titik itu. Pendataan ini juga menunjukkan implementasi lockdown berjalan sesuai harapan.

Laporan ini hanya berselang sehari setelah Kepala Pengadilan Uni Eropa (E) Vera Jourova mendesak perusahaan teknologi untuk turut berbagi data dengan para ilmuwan dalam menangani Covid-19. Dia juga mengkritik perusahaan media sosial yang memberikan insentif dan uang terhadap para penebar berita palsu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: