Terkait pelarungan jenazah ABK di laut atau burial at sea, Edhy menjelaskan hal tersebut dimungkinkan dengan berbagai persyaratan yang mengacu pada aturan kelautan International Labour Organization (ILO).
Dalam peraturan ILO Seafarer’s Service Regulations, praktik pelarungan jenazah di laut diatur dalam Pasal 30. Sesuai ketentuan tersebut, jika ada pelaut yang meninggal saat berlayar maka kapten kapal harus segera melaporkannya ke pemilik kapal dan keluarga korban.
Pelarungan boleh dilakukan setelah memenuhi beberapa syarat. Pertama, kapal berlayar di perairan internasional. Kedua, ABK telah meninggal lebih dari 24 jam atau kematiannya disebabkan penyakit menular dan jasad telah disterilkan.
Ketiga, kapal tidak mampu menyimpan jenazah karena alasan higienitas atau pelabuhan melarang kapal menyimpan jenazah, atau alasan sah lainnya. Keempat, sertifikat kematian telah dikeluarkan oleh dokter kapal (jika ada).
Pelarungan juga tak bisa begitu saja dilakukan. Berdasarkan Pasal 30, kapten kapal harus memperlakukan jenazah dengan hormat dalam proses pelarungan. Salah satunya, dengan melakukan upacara kematian.
Pelarungan pun harus dilakukan dengan cara seksama sehingga jenazah tidak mengambang di atas air. Salah satu cara yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan peti atau pemberat agar jenazah tenggelam.
Selain itu, upacara dan pelarungan juga harus didokumentasikan dengan baik, dilengkapi rekaman video atau foto sedetil mungkin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: