Menurutnya, saat ini memang ada sejumlah perusahaan yang diberi kelonggaran untuk tetap beroperasi karena termasuk industri strategis, diantaranya adalah industri rokok. Industri ini dimasukkan dalam kategori industri strategis karena berorientasi ekspor dan besarnya sumbangan industri tersebut terhadap devisa negara.
Pada tahun ini, target penerimaan cukai rokok secara nasional dipatok sebesar Rp 180,5 triliun. Target tersebut lebih besar dari usulan awalnya Rp 179,2 triliun pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020. Target tersebut juga lebih tinggal dari target penerimaan cukai pada APBN 2019 yang hanya Rp 165,5 triliun.
"Ini yang harus kita pikirkan, jika hal yang serupa kembali terjadi, pastinya kinerja industri rokok akan terganggu. Dampak selanjutnya, target penerimaan cukai rokok yang telah ditetapkan pasti tidak akan tercapai dan kemungkinan terjadinya pemutusan hubungan kerja atau PHK akan lebih besar," ujarnya.
Adik juga meminta pemerintah untuk melakukan komunikasi intensif dengan dunia usaha, terutama kalangan industri manufaktur yang menyerap banyak tenaga kerja (SDM) agar tidak mudah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) selama masa krisis akibat pandemik Covid 19.
Ia mengatakan, pihaknya sangat memahami beratnya situasi yang dihadapi dunia usaha, khususnya sektor manufaktur dan sektor lain yang melibatkan banyak tenaga kerja. Namun demikian, PHK bukanlah pilihan yang tepat, bahkan (PHK) bisa membuat krisis berkepanjangan, sehingga ke depan membutuhkan ongkos mahal untuk recovery.
“Kita harus optimis. Seberat apapun ujian (akibat Corona virus) pasti akan ada akhirnya, dan insyaAlla segera usai. Maka itu aset perusahaan berupa SDM (tenaga kerja) harus dipertahankan sekuat tenaga. Jangan sampai ada gelombang, PHK, justru pengusaha yang rugi. Biaya recovery ekonomi akan menjadi mahal,” ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Vicky Fadil