Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Virus PHK Tak Kalah Seram dari Virus Corona

Virus PHK Tak Kalah Seram dari Virus Corona Kredit Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Warta Ekonomi -

Gelombang PHK selama pandemi corona terus melonjak. Angkanya jauh lebih besar dari jumlah pasien positif corona. Mereka yang terkena PHK, rentan kelaparan karena tak punya penghasilan.

Situasi seperti ini harus cepat diatasi karena orang lapar biasa gampang marah, stres, hingga depresi.

Berdasar data dari Kementerian Ketenagakerjaan, hingga 1 Mei 2020, sudah ada 1.722.958 pekerja dari sektor formal dan informal yang dirumahkan dan terkena PHK. Jumlah itu merupakan data yang baru terverifikasi. Masih ada sekitar 1,2 juta pekerja yang sedang divalidasi datanya. Artinya, jumlah orang yang kehilangan pekerjaan bisa mencapai 3 juta.

Salah satu sektor yang paling terpukul adalah industri tekstil. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyebut jumlah pekerja yang di-PHK dan dirumahkan sudah mencapai 1,8 juta orang. Angka tersebut akan terus bertambah kalau pemerintah tidak segera memberikan stimulus.

Sosiolog Musni Umar menyebut PHK massal ini memang berbahaya. Dampaknya tak hanya pada korban PHK tapi juga pada sosial. Apa dampaknya? Orang terkena PHK otomatis kehilangan pemasukannya. Sementara dalam rumah tangga biaya pengeluaran tetap seperti bayar kontrakan, bayar listrik, beli sembako, dan sebagainya.

Mungkin, awalnya masih bisa ditutup dengan tabungan. Tapi lama-kelamaan tabungan juga menipis akhirnya habis. Akibat tidak adanya pemasukan, korban PHK akhirnya depresi atau stress lantaran tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup. Korban PHK juga jadi kehilangan kepercayaan diri di tengah masyarakat. Merasa tidak berharga dan sebagainya.

"Kondisi ini yang bisa menyebabkan keretakan dalam rumah tangga yang bikin korban makin depresi," kata Musni.

Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta ini menjelaskan PHK juga membawa dampak sosial dan politik. Dampak sosial antara lain meningkatkan kriminalitas karena orang tak punya masukan akan cenderung melakukan apa saja untuk mendapatkan uang termasuk berbuat kejahatan. Selain itu, para korban akan melampiaskan ketidakberdayaan itu pada pemerintah.

"Orang depresi mudah marah dan melampiaskan kemarahan itu pada siapa saja termasuk pada pemerintah," ujarnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: