RUU PDP & RUU Siber Belum Disahkan, Konsumen E-Commerce hingga Fintech Rugi Bandar
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti mengatakan, peringatan Hari Masyarakat Telekomunikasi dan Informasi Dunia yang diperingati setiap 17 Mei menjadi sedikit berbeda karena TIK menjadi pintu utama miliaran masyarakat global, termasuk Indonesia, untuk terkoneksi di tengah karantina dan social distancing akibat pandemi Covid-19.
Riset CIPS menemukan bahwa kerangka kebijakan dan institusi perlindungan konsumen di e-commerce dan teknologi finansial (tekfin) masih minim. Padahal, hal ini penting untuk meningkatkan kepercayaan konsumen untuk bertransaksi karena transaksi online mempunyai karakteristik berbeda dengan transaksi offline.
"Transaksi online dilakukan tanpa menginspeksi, menguji, dan mengevaluasi barang dan layanan sebelum transaksi, sehingga banyak terjadi konsumen dihadapkan kondisi kontrak yang kurang adil karena ketentuan take it or leave it dari pelaku usaha online," ujar Ira dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/5/2020).
Baca Juga: Belanja Online Melesat, Kejahatan Pencurian Data Pribadi Meningkat
Covid-19 telah meningkatkan permintaan lalu lintas TIK secara mendadak. Secara global, International Telecommunication Union (ITU) mencatat aplikasi video konferensi mencapai rekor unduhan sebanyak 62 juta hanya dalam satu minggu pada Maret lalu. Penggunaan media sosial juga menunjukkan peningkatan sebesar 61% sejak pandemi dan penjelajahan web naik sebesar 70%.
Di Indonesia sendiri, menurut data Markplus Inc, sebanyak 31,4% masyarakat mengalami kenaikan penggunaan panggilan video dan sebanyak 33,5% kenaikan terjadi pada konferensi video selama masa pandemi.
Ira menambahkan, konsumen dituntut untuk memiliki literasi digital yang cukup untuk memahami syarat dan ketentuan dari transaksi elektronik mereka dan pembayaran apa yang diperlukan. Literasi digital dan literasi konsumen sendiri masih terbilang minim di Indonesia.
"Undang-Undang 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK) belum mengonsolidasi ekonomi digital. Contohnya, isu-isu terkait transaksi tanpa tatap muka, penggunaan internet, kegiatan reselling, kontrak digital, peran pihak ketiga atau intermediary parties, jumlah dan jenis data yang boleh dikumpulkan penyelenggara, transaksi lintas negara, dan transaksi yang melibatkan produk digital dan layanan elektronik, seperti perangkat lunak, musik, dan film digital, tidak tercakup dalam UU PK," jelas Ira.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Rosmayanti