Kebijakan memperlonggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan istilah New Normal yang akan diterapkan pemerintah, harus dijalankan dengan perhitungan yang jelas.
Jangan sampai, relaksasi yang ditujukan untuk memutar kembali roda perekonomian yang juga sangat terdampak oleh pandemi Covid-19, malah mengorbankan kesehatan dan kehidupan rakyat.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua MPR Syarief Hasan. Politikus Partai Demokrat ini mengatakan, Indonesia mestinya baru melakukan relaksasi, bila tren penurunan korban infeksi baru menurun terus sampai di bawah (Rt) 1.0.
Baca Juga: PKS Endus New Normal Cuma Kedok Borok Pemerintah
"Tapi, posisi terkini kasus Covid-19 di Indonesia per Selasa (26/5) justru kian menanjak, 415 orang. Angka itu masih sangat tinggi. Korban meninggal bertambah 27 orang. Total kasus positif semuanya berjumlah 23.165. Sedangkan kasus meninggal dunia berjumlah 1.418, dengan tingkat infeksi masih di atas 2.5," papar Syarief.
"Dalam hal ini, pemerintah harusnya belajar dari beberapa begara yang melakukan pelonggaran pembatasan dengan pertimbangan matang," imbuhnya.
Syarief pun menyebut sejumlah contoh relaksasi di negara-negara lain. Pertama, Wuhan, China. Kota itu dibuka kembali setelah dikunci total selama 11 pekan. Wuhan yang merupakan episentrum awal Covid-19 membuka kembali lockdown, setelah terjadi penurunan tambahan kasus. Hanya tiga kasus positif dalam tiga pekan terakhir.
Kedua, Jerman mulai membuka kembali bisnis secara bertahap. Termasuk, menggelar kembali Bundesliga tanpa penonton.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: