Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ketika China, Rusia, dan Iran Ngeledek Demonstrasi Anti-Rasisme AS

Ketika China, Rusia, dan Iran Ngeledek Demonstrasi Anti-Rasisme AS Kredit Foto: Reuters/Nicholas Pfosi
Warta Ekonomi, Beijing -

China, Rusia, dan Iran yang dikenal sebagai musuh bebuyutan Amerika Serikat (AS), kini menertawakan Washington atas insiden demonstran antirasisme. Itu bisa ditunjukkan dalam berbagai media-media China, Rusia, dan Iran yang cenderung menertawakan apa yang terjadi di AS.

Firma penelitian Graphika mengeluarkan kajian berdasarkan volume media sosial dan media massa dengan menggunakan kecerdasan buatan bahwa media massa di China, Rusia, dan Iran memberitakan kerusuhan antirasisme di AS. Itu sebagai bentuk serangan pada AS yang kerap menyerang laporan hak asasi manusia (HAM) di negara tersebut.

Baca Juga: Gegara AS Suka Tebar Kekacauan di Dunia, Rusia Bilang: Ssstt, Mereka Menuai Sekarang

“Media massa dan pengguna media sosial di tiga negara tersebut menarasikan apa yang terjadi di AS,” dengan laporan Graphika dilansir NBC News.

Graphika menyebut, tujuan utama China adalah mendiskreditkan apa yang terjadi di AS saat ini dan membandingkan dengan kerusuhan di Hong Kong. Kalau Iran memiliki tujuan untuk mengejek AS karena memberlakukan sanksi.

“Media Rusia fokus melaporkan fakta demonstrasi dan kerusuhan,” demikian keterangan Graphika.

Sementara itu, editorial People’s Daily menyebut kerusuhan dan reaksi pejabat AS menunjukkan standar ganda.

“AS telah merusak lingkungan politik,” tulis media milik pemerintah itu. Itu berkaitan ketika aksi demonstrasi di AS, para pejabat justru mengancam akan memberlakukan sanksi bagi Hong Kong yang akan menerapkan undang-undang keamanan baru.

Kemudian media Pemerintah China lainnya, Global Times, membandingkan respons AS terhadap protes atas kematian George Floyd dengan dukungan Washington sebelumnya kepada para pengunjuk rasa Hong Kong, mengingatkan para pembaca bahwa para politisi AS menggambarkan demo di Hong Kong sebagai “pemandangan indah” demokrasi.

Pemimpin redaksi Global Times, Hu Xijin mengatakan, kekacauan di Hong Kong yang berlangsung lebih dari setahun dan tidak ada tentara dikerahkan.

“Tapi, baru tiga hari terjadi kekacauan di Minnesota, Trump secara terbuka mengancam penggunaan senjata api dan menyiratkan akan mengerahkan pasukan militer,” sindirnya dilansir BBC.

Media-media di Rusia pun sama dengan fokus memberitakan kerusuhan dan kekerasan di AS. Wartawan Rusia, Dmitry Kiselyov mengatakan, jika hal yang mirip terjadi di Rusia, AS dan negara-negara lainnya akan segera menerapkan “sanksi yang baru” terhadap Moskow.

“Mengapa Washington mencoba untuk mengajari planet ini bagaimana untuk hidup, ketika itu tidak hanya memiliki adegan kekerasan dan kebrutalan, tetapi korban tewas terbesar akibat virus corona,” katanya.

Segera setelah demonstrasi atas kematian George Floyd dimulai di AS, kantor berita Iran, Fars, menerbitkan komentar yang menyerukan Presiden Trump untuk menegakkan kewajiban Amerika di bawah hukum internasional untuk melindungi komunitas kulit hitamnya.

“AS mencaci negara-negara lain atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia,” demikian laporan Fars. Media itu menyatakan, AS secara konsisten dan sengaja menolak mengakui serta menangani sejarah suramnya sendiri atas pelanggaran hak asasi manusia.

Senator dari Partai Republik Marco Rubio mengatakan, aktivitas media sosial meningkat di tiga negara, seperti China, Rusia, dan Iran yang menyoroti demonstrasi di AS.

“Mereka tidak menciptakan perpecahan, tetapi cenderung mendukung kekerasan,” katanya.

Namun demikian, Graphika menyebutkan tidak menemukan adanya upaya intervensi asing dalam aksi kerusuhan tersebut.

“Tidak ada juga disinformasi tentang kerusuhan AS di media massa di tiga negara tersebut,” katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: