Rapat Paripurna DPR akhirnya menyetujui RUU HIP menjadi usul inisiatif dan masuk Program Legislasi Nasional pada 12 Mei. Persetujuan ini diperoleh setelah sembilan fraksi minus Fraksi Demokrat menyerahkan pendapat tertulisnya.
Apa yang dipersoalkan pihak-pihak yang menolak dari RUU HIP? Salah satu yang utama adalah Pasal 7. Ayat (2) pasal itu menjelaskan bahwa ciri pokok Pancasila berupa Trisila. Ketiganya, yaitu "sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan". Kemudian, "Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong," bunyi Pasal 7 Ayat (3).
Baca Juga: Heboh Isu Kudeta Jokowi, Wakil MUI Jawab Santai: Itu Kepanikan...
Gagasan "Ekasila" tersebut pertama kali disampaikan Sukarno dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) pada 1 Juni 1945. Selain Pancasila, saat itu Sukarno juga memberikan pilihan penyederhanaan dasar negara menjadi "Trisila" (internasionalisme, kemanusiaan, ketuhanan) dan "Ekasila" (gotong royong).
Ide Ekasila muncul kembali selepas Pemilu 1955. Pemilu tersebut salah satu tujuannya adalam memilih perwakilan parpol-parpol dalam Konstituante yang diamahkan tugas merancang undang-undang dasar baru.
Dalam Konstituante, ada tiga blok besar berdasarkan dasar negara yang mereka perjuangkan. Di antaranya Blok Pancasila (274 kursi) dengan ujung tombak Partai Nasionalis Indonesia (PNI/119 kursi) dan PKI (60 kursi); kemudian Blok Islam (230 kursi) yang dipimpin Partai Masyumi (119 kursi), Partai Nahdlatul Ulama (91 kursi), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (16 kursi); serta Blok Sosio-Ekonomi (10 kursi).
Blok Islam dalam Konstituante setidaknya meminta dikembalikannya tujuh kata yang dihilangkan dari sila pertama rumusan awal Pancasila dalam dasar negara pada 1945. "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya," bunyi sila pertama dalam Piagam Jakarta tersebut. Mereka menagih janji bahwa dasar negara dan konstitusi yang disetujui pada 1945 itu hanya sementara saja.
Sebaliknya, sepanjang sidang Konstituante, ide Ekasila kerap digelorakan kembali oleh PKI sebagai dasar utama negara. "Gotong royong" dalam Ekasila dimaknai PKI setara dengan semboyan "Sama Rata, Sama Rasa". Sakirman, wakil dari PKI sekaligus wakil ketua Konstituante menyuarakan sikap partainya bahwa "gotong royong" sudah cukup sebagai dasar negara dengan mengesampingkan "Ketuhanan Yang Maha Esa".
Hingga 1959, perdebatan kedua blok besar tak kunjung ada titik temunya sehingga akhirnya Presiden Sukarno membubarkan konstituante dan mengembalikan konstitusi pada UUD 1945.
Nuansa itu kiranya yang melatari penolakan-penolakan sebagian kalangan Islam terkait RUU HIP, wabil khusus Pasal 7 tersebut. Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas berpandangan bahwa RUU HIP memeras Pancasila menjadi Trisila lalu menjadi Ekasila adalah nyata-nyata merupakan upaya pengaburan dan penyimpangan makna dari Pancasila.
"Bila maklumat ini diabaikan oleh Pemerintah RI, kami Pimpinan MUI Pusat dan segenap Pimpinan MUI Provinsi se-Indonesia mengimbau Umat Islam Indonesia agar bangkit bersatu dengan segenap upaya konstitusional untuk menjadi garda terdepan dalam menolak faham komunisme dan berbagai upaya licik yang dilakukannya, demi terjaga dan terkawalnya NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," kata dia.
Rieke Diah Pitaloka sebagai ketua Panja RUU HIP di Baleg DPR tak bersedia mengeluarkan komentar soal polemik RUU tersebut. Kader-kader PDIP yang berhubungan dengan RUU tersebut juga belum bisa dihubungi untuk dimintai pendapat terkait beleid tersebut.
Satu-satunya komentar dari pihak PDIP soal RUU tersebut dilayangkan kader PDIP Ahmad Basarah yang saat ini menjabat sebagai wakil ketua MPR. Ia menyatakan, RUU HIP diperlukan untuk melindungi Pancasila sebagai ideologi.
"Pancasila juga dinilai perlu dilindungi dari bahaya dan praktik paham liberalisme/kapitalisme serta bahaya paham keagamaan apa pun yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila," ujar dia selepas menyambangi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bersama pimpinan MPR lainnya pada Selasa (9/6) lalu. Meski secara pribadi, ia juga menilai perlunya disertakan Tap MPRS XXV/1966 dalam regulasi itu.
Selepas pertemuan itu, Prabowo diklaim menyatakan dukungan untuk RUU HIP. "Komitmen Pak Prabowo sebagai menteri pertahanan maupun Ketua Umum Partai Gerindra, salah satu partai politik terbesar di Indonesia, dalam menjaga dan mengamalkan Pancasila akan semakin meneguhkan kedaulatan Indonesia di antara bangsa-bangsa lainnya di dunia," kata Ketua MPR Bambang Soesatyo yang merupakan kader Partai Golkar selepas kunjungan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: