Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay/Pool
"Meminta kepada DPR untuk berdialog dan menyerap aspirasi lebih banyak lagi dengan seluruh kekuatan atau elemen-elemen masyarakat," katanya.
Dalam pembahasan RUU, harus ada dua unsur yakni eksekutif/pemerintah dan legislatif. Persetujuan untuk dibahas dari pemerintah, ditandai dengan keluarnya surpres, yang berisi bahwa Presiden RI mengutus menteri-menteri terkait untuk membahas bersama-sama dengan DPR. Maka penolakan pembahasan oleh pemerintah, secara prosedur dengan tidak mengirimkan surpres.
Aspek lain yang dilihat oleh Presiden Jokowi adalah tidak dimasukkannya TAP MPRS No XXV tahun 1966. Ketetapan ini adalah landasan hukum pelarangan PKI dan ajaran-ajaran serupa lainnya sepeti marxisme dan leninisme di Indonesia.
"Aspek substansinya presiden menyatakan juga bahwa TAP MPRS Nomor 25 tahun 1966 itu masih berlaku mengikat dan tidak perlu dipersoalkan lagi," kata Mahfud.
Untuk itu, kata Mahfud, TAP MPRS tersebut masih dianggap sebagai produk hukum yang mengikat. Tidak ada lembaga yang bisa mencabut ketetapan itu, termasuk oleh undang-undang, sehingga masih berlaku hingga kini.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: