Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

RSPO Selamatkan Petani Sawit Selama Masa Pandemi Covid-19

RSPO Selamatkan Petani Sawit Selama Masa Pandemi Covid-19 Petani sawit | Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pandemi Covid-19 berdampak kepada petani kecil sawit independen di Indonesia. Masalah utama yang dirasakan para petani adalah rendahnya harga tandan buah segar (TBS) akibat sulitnya menjual hasil panen ke pabrik. Selain itu, perawatan pohon sawit harus tetap berjalan dan harga pupuk tetap tinggi.

Selama pandemi, pabrik kelapa sawit dan kegiatan manufaktur berjalan lamban karena adanya pembatasan sosial berskala besar. Sementara, banyak petani swadaya tidak memiliki sarana untuk mengangkut TBS mereka ke pabrik. Mereka bergantung pada "perantara" yang makin membebani pengeluaran para petani.

Baca Juga: Kelapa Sawit, Tetap Kebal di Kala Covid-19!

Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, mengungkapkan bahwa pada satu titik selama pandemi, harga TBS turun di bawah Rp1.000 per kilogram (atau sekitar US$0,07 per kilogram) di tingkat petani swadaya. Sementara itu, harga TBS untuk petani plasma (petani yang bermitra dengan perusahaan penghasil kelapa sawit) tercatat antara Rp1.200 per kg dan Rp 1.300 (US$0,08-US$0,09) per kg.

Harga di bawah Rp1.100 sulit bagi petani yang memiliki lebih dari dua anak dengan anak mereka mengejar pendidikan tinggi atau mereka yang memiliki anggota keluarga lain yang bergantung pada mereka, seperti orang tua mereka. Karena produktivitasnya yang rendah, antara 1 hingga 1,2 ton per hektare per bulan, mereka menjual hasil produksi mereka kepada perantara.

"Mereka juga memiliki beban utang kepada para tengkulak karena para petani memiliki pinjaman yang harus dilunasi selama panen," ungkap Darto, Kamis (18/9/2020).

Dia menambahkan, banyak petani kelapa sawit tidak memiliki sumber pendapatan lain dan hanya mengandalkan minyak sawit. Sebuah studi SPKS 2018 mengungkapkan bahwa hanya 30 persen petani yang memiliki mata pencaharian alternatif mulai dari pengolahan, penanaman karet, dan menjadi pedagang kecil. Tanah yang disisihkan selama era Orde Baru untuk petani PIR selama periode transmigrasi, yang mencakup 0,75 hektare, telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.

Darto juga mengatakan bahwa keadaan petani terpuruk karena kenaikan harga pupuk yang kadang-kadang langka. Tidak ada protokol kesehatan untuk petani/pemanen. Petani membutuhkan uang tunai sementara proses transaksi untuk TBS untuk petani yang menjual ke perusahaan biasanya butuh waktu antara satu atau dua minggu setelah produk dikirim ke pabrik atau perkebunan.

Manajer Smallholders Program Indonesia RSPO, Guntur Cahyo Prabowo, mengatakan bahwa selama pandemi, sertifikasi membantu mendukung sekitar 6.000 anggota yang terdiri dari 26 kelompok tani melalui penjualan minyak kelapa sawit bersertifikasi RSPO melalui Kredit RSPO. Sebanyak US$1,5 juta dicairkan untuk 30 kelompok petani kecil independen bersertifikasi RSPO dari transaksi penjualan minyak sawit bersertifikat antara Mei 2019 dan Mei 2020.

Menurut Guntur, saat pandemi yang tak terduga ini, sertifikasi terbukti menjadi aset besar bagi petani ketika berhadapan dengan ketidakpastian situasi. Ini termasuk persyaratan untuk sertifikasi seperti organisasi petani yang kuat dan perencanaan keuangan, membantu meningkatkan daya tawar mereka selama pandemi.

Perwakilan petani dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Independen, Zainanto Hari Widodo mengatakan bahwa tidak ada Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah yang difokuskan pada petani kelapa sawi. Sebagai petani bersertifikat RSPO, mereka mendapatkan bantuan makanan pokok dan pupuk untuk anggota. Bantuan untuk non-anggota dari petani bersertifikat RSPO termasuk pemberian peralatan kesehatan, dukungan untuk pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dalam area asosiasi, membantu untuk mendirikan pusat pemantauan Covid-19, dan bantuan untuk orang-orang yang rentan secara ekonomi.

"Namun, jenis bisnis lainnya, seperti Usaha Kecil Menengah (UKM) juga mengalami kesulitan untuk memasarkan produk seperti sayuran, ikan, dan bahan makanan lainnya selama pandemi," ungkap Hari.

Sentimen serupa juga dimiliki oleh Jumadi, seorang perwakilan petani dari UD Lestari, sebuah unit bisnis petani. Jumadi mengatakan dampak Covid-19 terhadap mata pencaharian petani dan keluarganya sangat penting karena banyak yang takut dan ingin meninggalkan kampung halaman mereka karena risiko infeksi.

Jumadi mengatakan bahwa setelah hampir empat tahun disertifikasi oleh RSPO, ada banyak manfaat yang dia nikmati, seperti menerima lebih banyak pengetahuan tentang budi daya kelapa sawit berkelanjutan serta mendapat manfaat dari kenaikan harga tambahan dari penjualan TBS bersertifikasi. Untuk manfaat yang diterima selama pandemi, para petani menerima bantuan dari PT Unilever, termasuk sampo, sabun, dan deterjen.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: