Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sudah Jatuh Tertimpa Tangga, Pengusaha Keberatan Biaya Rapid Test

Sudah Jatuh Tertimpa Tangga, Pengusaha Keberatan Biaya Rapid Test Kredit Foto: Mochamad Ali Topan
Warta Ekonomi, Surabaya -

Peraturan pemerintah daerah mekakukan rapid test dimasa pandemi Covid-19 bagi karyawan disektor industri dianggap memberatkan bagi pengusaha. Kebaratan bagi pengusaha beralasan karena test rapid ini dibebankan pada pihak perusahaan.

Menurut Ketua Umum Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha  (Forkas) Jatim, Nur Cahyudi, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah harus rapid test bagi karyawan dianggap kurang tepat. Hal ini dikarenakan kasus Covid-19 adalah musibah nasional. Seharusnya kata Nur Cahyudi, pemerintalah lebih paham dengan musibah tersebut.

Baca Juga: Covid-19 di Indonesia Naik Gila-Gilaan, Rupiah Hari Ini Bisa Apa?

Baca Juga: 7 Karyawan Positif Covid-19, Bank Ini Di-Lockdown Total

"Seharusnya jangan dibebankan ke pengusaha. Karena covid 19 ini adalah musibah nasional, pemerintah (negara) yang harus menangani bukan pengusaha. Akibat musibah ini dampaknya cukup besar bagi pelaku industri dan jangan dibebankan lagi," ujar Nur Cahyudi disela acara kegiatan penyerahan donasi Forkas kepada Kodam V Brawijaya diSurabaya, Kamis sore (9/7/2020).

Lebih lanjut Nur Cahyudi mengatakan, kebijakan pemerintah daerah untuk rapid test bagi karyawan disektor industri pihaknya sangat mendukung kebijakan itu karena menuju New Normal disektor industri. Akan tetapi pinta dia, beban jangan diberikan pada pengusaha.

"Apalagi pemerintah mendorong ekonomi untuk tetap bergerak di tengah pandemi. Rapid test tentunya wajar saja, tetapi jangan jadi beban perusahaan," lanjut Nur Cahyudi. 

Diakui Nur Cahyudi, beberapa pemerintah daerah di Jawa Timur (Jatim) memang sebelumnya membuat aturan kewajiban rapid test bagi perusahaan sebelum kembali operasional. Namun masih bisa dikomunikasikan, sehingga langkah itu masih mendapat dukungan pemerintah daerah untuk perusahaan yang keberatan. 

"Karena pemerintah sudah alokasikan anggaran lebih dari Rp 75 triliun untuk Covid 19 ini. Jadi biaya rapid test dari industri juga harus ditanggung. Kalaupun tidak, harga juga harus dikurangi secara rendah, agar tidak memberatkan bagi pengusaha," pinta Nur Cahyudi. 

Saat ini lanjutnya,  setelah sebelumnya saat PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) hanya 14 sektor saja yang boleh operasional. Sementara memasuki new normal, semua sektor sudah boleh mulai operasional kembali, namun masih secara terbatas.

"Sebelumnya tidak operasional karena PSBB I, II, dan III. Kemudian operasional, dengan produksi hanya bisa 50 persen saja. Sementara biaya-biaya operasional masih tetap, termasuk harus mengikuti protokol kesehatan secara ketat, dampaknya pengusaha alami penurunan produksi dan merugi," bebernya.

Terkait kegiatan penyerahan donasi Forkas Jatim  kepada Kodam V Brawijaya Nur Cahyudi mengungkapkan, donasi bantuan dari pihaknya, berupa Alat Pelindung Diri (APD), Rp10.000 Masker medis, Rp12.000 Masker Non Medis, Rp50.000 Vitamin c, 500 Pasang Sepatu Booth, 1.500 Enzim dan 25 Set Disposable Bed. Adanya bantuan iji menjadi  "amunisi" tambahan untuk kesehatan dan keamanan bagi TNI terutama para Bintara Pembina Desa (Babinsa) sebagai garda terdepan dalam menjalankan tugas ditengah pandemi Covid-19.

"Tahap satu kami bagikan sembako ke masyarakat umum, tahap 2 melalui Polres Sidoarjo, tahap 3 melalui Polres Mojokerto, dan tahap 4 melalui Polda Jatim. Sekarang giliran ke Kodam V/Brawijaya tahap 5," papar Nur Cahyudi. 

Sementara itu Panglima Kodam V Brawijaya, Mayor Jenderal TNI Widodo Iryansyah mengatakan, pihaknya mengapresiasikan langkah Forkas Jatim pada TNI.

"Kami sangat apresiasi dan terima kasih atas bantuannya. Nantinya akan kami salurkan ke jajaran anggota yang ada di lapangan," kata Widodo Iryansyah, 

Selama ini kata Widodo Iryansyah jajaran anggota Kodam V Brawijaya selama pandemi covid 19 juga menjadi garda depan di masyarakat. Terutama para Bintara Pembina Desa (Babinsa). 

Namun karena Babinsa ini rata-rata sudah senior diatas 40 tahun, dan menurut aturan kesehatan, sangat rentan terhadap Covid 19, kemudian mereka diganti dengan yang lebih muda. 

"Untuk Babinsa usia diatas 40 tahun, kami tarik untuk dinas di dalam. Sementara yang di lapangan, kami tugaskan yang lebih muda, karena secara kesehatan, memiliki imunitas yang lebih baik," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: