Kemudian ia juga mencontohkan, dalam permasalahan Ausransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJBB), BPK mencatat bahwa OJK tak melakukan uji kepatutan dan kelayakan kepada jajaran pengelola statuter yang ditunjuk untuk merestrukturisasi AJBB, sehingga menyalahi UU Nomor 40/2014 tentang Perasuransian. Dalam IHPS I/2018, BPK menemukan penerimaan pungutan OJK 2015-2017 sebesar Rp 493,91 miliar belum diserahkan ke negara, penggunaan penerimaan atas pungutan melebihi pagu sebesar Rp 9,75 miliar, gedung yang disewa dan telah dibayar Rp 412,31 miliar tetapi tidak dimanfaatkan, utang pajak badan OJK per 31 Desember 2017 sebesar Rp 901,10 miliar belum dilunasi.
"Di skandal Jiwasraya dengan gamblang menunjukan betapa lemahnya self control mekanisme pengawasan di internal OJK. Sebagaimana OJK Inggris (FSA) yang tak mampu mendeteksi kondisi keuangan bank penyedia kredit perumahan The Northern Rock. Setelah membubarkan FSA pada tahun 2013, Inggris mengembalikan sistem pengawasannya ke Bank Sentral. Sudah saatnya fungsi pengawasan dan hal lainnya yang melekat di OJK dikembalikan kepada Bank Indonesia," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil