Sementara itu, Puan Maharani menerima usulan Mahfud. Namun, kader banteng ini menegaskan pembahasan tetap harus mengikuti aturan main yang berlaku. Tak bisa buru-buru seperti membahas RUU KPK atau RUU Omnibus Law. Paling tidak, rancangan aturan akan dibahas bulan depan.
Dijelaskan Puan, substansi RUU BPIP jauh berbeda dengan RUU HIP yang sempat menjadi kontroversi di masyarakat. Selain berbeda substansi, Putri Megawati Soekarno Putri ini menjamin tidak ada lagi pasal kontroversial dalam pasal RUU BPIP.
"Pasal-pasal kontroversial seperti penafsiran filsafat dan sejarah pancasila dan lain-lain sudah tidak ada lagi. Dalam konsideran mengingat sudah terdapat TAP MPRS Nomor 25/19966 tentang pelarangan PKI dan ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme," tukasnya.
Meskipun belum dibahas, PAN dan PKS sudah tegas menolak RUU BPIP. Politisi PAN Zainuddin Maliki menilai pergantian RUU HIP menjadi RUU BPIP tidak akan menyelesaikan persoalan. Karenanya, pemerintah tidak usah mengajukan konsep RUU BPIP ke DPR.
"BPIP cukup diberikan perpres, tidak harus terlalu jauh diberikan berupa UU, karena dulu kita enggak senang BP7, saya kira BPIP ini analogi BP7. Kalau kita perlukan BPIP maka payungnya tidak perlu signifikan UU, tapi dengan Perpres," kata Anggota Badan Legislasi DPR ini.
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan fraksinya tetap dengan sikap untuk meminta pembatalan RUU HIP sebagaimana aspirasi ormas, tokoh, purnawirawan TNI/Polri akademisi, dan masyarakat luas. Apalagi saat ini tidak ada urgensinya atas RUU tersebut karena prioritas negara menangani pandemi Covid-19.
"Fraksi PKS juga tidak ingin lembaga DPR terkesan mengelabuhi [membohongi] rakyat dengan mengubah judul RUU HIP," tegas Jazuli.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: