Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Di Asia, Angka KDRT Naik Selama Pandemi Corona

Di Asia, Angka KDRT Naik Selama Pandemi Corona Kredit Foto: (foto: Shutterstock)

Angka KDRT di Indonesia naik

Kerentanan perempuan terhadap kekerasan yang meningkat selama pandemi COVID-19 di Indonesia dibuktikan dengan lonjakan laporan kekerasan terhadap perempuan antara pertengahan Maret --April di sejumlah wilayah.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat sepanjang 2 Maret-25 April 2020, terdapat 275 kasus kekerasan yang dialami perempuan dewasa, dengan total korban 277 orang.

Rifka Annisa, lembaga advokasi masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak yang berbasis di Yogyakarta juga menemukan tren kenaikan.

Sebelum pandemi, yakni Januari 2020, mereka menerima 40 aduan, kemudian 41 aduan di bulan Februari, dan 33 aduan di bulan Maret.

Namun sejak bulan April, sebulan setelah COVID-19 masuk Indonesia dan anjuran diam di rumah diberlakukan, jumlah aduan kekerasan menjadi 67 dan di bulan berikutnya naik menjadi 98.

Manajer Divisi Pendampingan Rifka Annisa, Indiah Wahyu Andari menceritakan salah satu kasus yang ditanganinya menimpa seorang ibu yang suaminya sudah sering bertindak kasar sejak sebelum pandemi.

Namun, selama ini sang ibu masih bisa menahan diri karena intensitas bertemu di rumah relatif rendah.

"Ketika pandemi sang suami kehilangan pekerjaan dan tinggal di rumah terus, anaknya juga belajar di rumah. Jadi intensitas kekerasannya meningkat," kata Indiah seperti dikutip dari Tirto.

Anak sulungnya juga semakin berani melawan sang bapak sehingga "hampir setiap hari bertengkar dan terjadi pemukulan."

Menurut Indiah, ibu tersebut, selain mengalami kekerasan fisik, juga tertekan secara psikis. Apalagi, ia masih harus bekerja sebagai tulang punggung keluarga.

Menurut Komisi Nasional Perempuan, akar masalah Kekerasan Dalam Rumat Tangga adalah relasi kuasa yang timpang antara lelaki dan perempuan.

Indonesia yang masih kental dengan kultur patriaki membuat pria cenderung memegang kontrol dan kuasa atas anggota keluarga lain, sehingga menempatkan perempuan berada di bawahnya.

Seperti kasus yang disampaikan Rifka Annisa, pembatasan pergerakan selama pandemi COVID-19 membuat perempuan "terperangkap" semakin lama dengan pelaku kekerasan dan "tidak dapat mengakses perlindungan"

Kristin Diemer adalah peneliti senior di University of Melbourne yang telah bekerja pada inisiatif data kNOwVAW untuk mengukur prevalensi kekerasan berbasis gender di Asia dan Pasifik.

Kristin mengatakan orang-orang yang tinggal di desa-desa terpencil di negara-negara seperti Myanmar, Vietnam dan Filipina mengalami isolasi yang diperparah oleh pandemi.

"Lalu ketika mereka menjalani lockdown, mereka tidak punya apa-apa lagi. Tidak mungkin mereka bisa lolos," katanya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: