Kisah Perusahaan Raksasa: Royal Dutch Shell, Kilang Cuan Eropa
Royal Dutch Shell
Merger dengan Royal Dutch menandakan periode ekspansi yang cepat karena Shell membuka operasi di seluruh Eropa dan di banyak bagian Asia. Ada juga eksplorasi dan produksi substansial di Rusia, Rumania, Venezuela, Meksiko, dan AS.
Ini adalah langkah yang sebagian besar didorong oleh kebutuhan untuk bersaing secara global dengan Standard Oil. Kebijakan merger memberikan 60 persen kepemilikan grup baru ke tangan Belanda dan 40 persen ke Inggris.
Baca Juga: Kisah Perusahaan Raksasa: Walmart Ritel Bercuan USD 1,8 Juta/Jam
Tahun-tahun berikutnya juga memberi Royal Dutch Shell banyak peluang menarik untuk menunjukkan kualitas produknya di pasar bensin yang berkembang cepat. Ini termasuk balapan pemecah rekor, penerbangan, dan perjalanan eksplorasi.
Misalnya pada 1907, Pangeran Borghese memenangkan reli motor Peking ke Paris dengan menggunakan oli motor Shell Spirit. Di Antartika, penjelajah Ernest Shackleton dan Kapten Scott menggunakan bahan bakar Shell, sementara penerbangan lintas-Saluran perdana Bleriot dilakukan menggunakan Shell Spirit.
Royal Dutch Shell memulai peridoe 1960-an dengan memperkuat kehadirannya di Timur Tengah, menemukan minyak di Yibal, ladang paling produktif di Oman. Penemuan ini adalah yang pertama di negara itu dan akan terus mengubah ekonomi Oman.
Ketidakstabilan di Timur Tengah pada akhir 1960-an dan awal 1970-an menyebabkan harga minyak naik empat kali lipat. Itu menandakan era energi murah berakhir. Sebagai tanggapan, Royal Dutch Shell mulai melakukan diversifikasi, khususnya ke batu bara, tenaga nuklir, dan logam.
Pada 1980-an raksasa minyak dunia itu mulai berkembang melalui akuisisi. Pada 1986 harga minyak jatuh dengan harga satu barel minyak merosot dari 31 menjadi 10 dolar AS selama musim dingin. Untuk menyesuaikan dengan harga minyak yang lebih rendah, perusahaan harus fokus mengembangkan proyek dengan lebih murah. Penelitian intensif menyebabkan peningkatan besar dalam teknik pengeboran dan penggunaan teknologi seismik 3D untuk mencari sumber minyak baru menjadi luas.
Periode 1990-an, Tahun 1990-an, teknologi biomassa dan gas-ke-cairan (GTL) memberikan lompatan besar ke depan. Pada 1993, Royal Dutch Shell membuka pabrik GTL komersial pertama di dunia di Bintulu, Malaysia, sebuah langkah perintis untuk peningkatan peran bahan bakar ini selama dekade berikutnya.
Meski demikian, era ini bukannya tanpa tantangan. Royal Dutch Shell juga menghadapi peningkatan kritik eksternal. Keprihatinan lingkungan muncul sehubungan dengan rencana membuang platform Brent di platform penyimpanan Laut Utara, serta atas kehadiran dan aktivitas di Nigeria.
Sejak itu, perusahaan berusaha untuk bekerja sedekat mungkin dengan pemerintah dan masyarakat. Komitmen dan kebijakan tentang Kesehatan, Keamanan, Keselamatan, Lingkungan, dan Kinerja Sosial (HSSE & SP) berlaku di seluruh perusahaan dan dirancang untuk membantu melindungi orang, komunitas mereka, dan lingkungan di mana pun beroperasi.
Pada awal 2004 Royal Dutch Shell mengumumkan bahwa mereka terlalu melebih-lebihkan cadangan minyak dan gasnya yang mereka miliki. Pada November di tahun yang sama, Royal Dutch Shell melakukan restrukturisasi. Pada tahun berikutnya mereka menurunkan estimasi cadangan perusahaan sebanyak 40 persen.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: