Karena itu pihak BPJS Ketenagakerjaan meminta pemberi kerja atau perusahaan ikut proaktif menginformasikan data-data pekerja secara akurat sesuai dengan kriteria yang ditetapkan pemerintah demi kelancaran pemutakhiran data peserta. Dana yang dianggarkan pemerintah untuk program BSU yang dijadwalkan mulai cair September nanti sebesar Rp37,74 triliun.
Namun program BSU yang berada di bawah kendali Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) ini mengundang sejumlah pertanyaan. Di antaranya mengapa masyarakat yang sudah bekerja justru mendapat bantuan sebesar Rp2,4 juta selama empat bulan? Sejatinya bukankah mereka memiliki penghasilan?
Rupanya pemerintah punya alasan sebagaimana disampaikan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah. Menurutnya, program BSU menyasar kelas pekerja yang gajinya berkurang atau dipotong pemberi kerja atau perusahaan sebagai dampak pandemi korona (Covid-19) sehingga perlu dibantu.
Pemerintah meyakini, agar bantuan kepada karyawan swasta cepat tersalurkan dan tepat sasaran, digunakanlah data BPJS Ketenagakerjaan. Pasalnya data tersebut dinilai paling akurat dan lengkap meski nantinya tetap divalidasi sebelum digunakan untuk menjamin data tepercaya.
Semula pemerintah menetapkan penerimaan BSU sebanyak 13.870.496 orang, lalu ditingkatkan menjadi 15.725.232 orang. Anggaran yang akan disalurkan pun melebar dari Rp33,1 triliun menjadi Rp37,7 triliun.
Penetapan data BPJS Ketenakerjaan untuk menyalurkan subsidi kepada karyawan swasta sempat mengundang kabar bohong alias hoaks yang berkembang di media sosial. Calon peserta BSU harus mendaftarkan diri langsung ke kantor BPJS Ketenagakerjaan dengan membawa fotokopi buku tabungan dan kartu kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: