Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menegaskan apabila intervensi pemerintah terhadap pengendalian tembakau sama seperti tahun lalu tanpa inovasi, diproyeksikan prevalensi merokok akan meningkat menjadi 15,95% di 2030. Artinya, target pemerintah untuk tujuan berkelanjutan pasti tidak tercapai.
Kasubdit SDM dan Pembiayaan Kesehatan Bappenas Renova Siahaan berkata, di Indonesia merokok dimulai di usia yang sangat muda. Sebesar 52,1% penduduk, pertama kali merokok di usia 15-16 tahun. 23,1%-nya di usia 10-14 tahun. Bahkan ada di usia 5-9 tahun sebesar 2,5%.
"Tentu ini menjadi awareness kita bersama bahwa anak-anak di Indonesia sudah merokok," tegasnya pada diskusi bertemakan Harga Rokok Mahal Upaya Efektif Melindungi Remaja Menjadi Perokok di Jakarta (25/8/2020).
Baca Juga: Sejak Pandemi, Penjualan Rokok Gudang Garam Melempem
Baca Juga: New Normal, Belanja Iklan Mulai Ngebut Lagi
Renova menjelaskan sejatinya upaya pencegahan akses anak terhadap rokok sudah menjadi prioritas di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 lalu. Namun, melihat pencapaiannya ternyata sangat jauh dari target yang diharapkan. Di 2019, diharapkan prevalensi merokok anak usia 10–18 tahun sebesar 5,4%, namun yang terjadi mengalami peningkatan menjadi 9,1%.
Situasi tersebut dinilai Renova tidak sejalan dengan tujuan RPJMN 2020-2024 yang ingin menciptakan sumber daya manusia unggul dan menjadi tantangan yang besar bagi peningkatan sumber daya produktivitas manusia ke depan.
"Kenapa sebenarnya konsumsi rokok di Indonesia itu tinggi? Terutama meningkat di kalangan anak-anak dan remaja. Jadi kalau kita lihat, faktanya harga rokok itu memang masih murah dan terjangkau," ujar Renova.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: