Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perbankan Indonesia Dinilai Perkasa Hadapi Hantaman Pandemi

Perbankan Indonesia Dinilai Perkasa Hadapi Hantaman Pandemi Kredit Foto: Tanayastri Dini Isna
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kondisi industri perbankan dinilai masih kuat dan stabil menghadapi dampak pandemi Covid-19 hingga akhir tahun 2020. Hal ini terlihat masih perkasanya rasio permodalan dan likuiditas perbankan.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, pada posisi Juni, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) Bank Umum Konvensional (BUK) sebesar 22,59%. Posisi ini masih jauh dari batas minimum yang ditetapkan regulator sebesar 12%.

Baca Juga: Di Era 5G, Perbankan Hadapi Dua Tantangan Besar Ini

"Jadi, kalau dilihat secara modal perbankan, rata-rata semuanya bagus karena 22% CAR-nya. Terus dari sisi likuiditas rasionya juga masih bagus cuma kan individu bank beda-beda," ujar ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (25/8/2020).

Selain CAR, kecukupan likuiditas juga terjaga dengan baik tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Non Core Deposit (AL/NCD) per 15 Juli 2020 menguat ke level 122,57% dan rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) berada di level 26,02%, jauh berada di atas threshold 50 persen dan 10%.

Sementara, Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Didik Madiyono di sela webinar di Jakarta mengatakan, kondisi dan prospek likuiditas industri perbankan terpantau masih relatif stabil meskipun beberapa faktor risiko makroekonomi masih cenderung volatile. Hal ini ditandai dengan perkembangan tingkat bunga pasar simpanan yang masih dalam tren penurunan.

Coverage penjaminan simpanan oleh LPS juga dinilai memadai dengan 99,91 persen dari total 317 juta rekening simpanan yang dijamin. Yang penting lagi adalah tingkat Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan pada Maret 2020 mengalami peningkatan. DPK hingga bulan Agustus 2020 mencapai Rp5.385,8 triliun atau meningkat 9,8% dibanding periode yang sama pada tahun lalu.

"Hal ini menunjukan tingkat kepercayaan masyarakat masih tinggi terhadap perbankan kita," ungkap Didik.

Aviliani menambahkan, dari sisi likuiditas, perbankan Indonesia sudah aman dan cukup kuat hadapi gempuran dampak Covid-19 sampai akhir tahun. Pasalnya, lanjut dia, kebijakan pemerintah dan regulator sudah cukup memberikan kelonggaran likuiditas di perbankan.

"Iya kalau dilihat dari sisi likuiditas sekarang bahkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pun sekarang dimungkinkan untuk bantu likuiditas juga kan. Pemerintah juga menempatkan dana likuiditas di bank swasta, BUMN, dan BUMD. Jadi, kalau isu likuiditas sudah diamankan beberapa kebijakan," jelasnya.

Namun, lanjut Aviliani, kondisi pandemi Covid-19 yang belum selesai dan masih panjang ini diperkirakan akan memengaruhi profitabilitas perbankan. "Jadi kalau sampai akhir tahun kondisi profit pasti banyak yang turun, mungkin ada 1-2 bank yang tumbuh, tapi kmungkinan banyak yang tumbuh menurun. Meski begitu, kalau sampai negatif tidak, hanya penurunan pertumbuhan laba," tambahnya.

Aviliani mengungkapkan, ada dua hal yang menyebabkan penurunan pertumbuhan laba perbankan. Pertama, restrukturisasi kredit secara massal yang otomatis mengurangi income atau pendapatan perbankan.

"Terus pertumbuhan kredit kan turun hanya tumbuh 1,49% di Semester I 2020. Kalau kredit turun, otomatis memengaruhi penjualan dan income. Memang kalau likuiditas so far baik karena pemerintah banyak kebijakan jadi kebanyakan bank sudah terhindar dari masalah likuiditas. Itu bagus untuk menjaga kepercayaan masyarakat kepada bank," ucap Aviliani.

Selain itu, dia juga melihat risiko kredit bermasalah masih aman walaupun ada kecenderungan meningkat di akhir tahun. Aviliani menyarankan bank untuk kembali melihat struktur debiturnya baik yang lancar maupun yang direstrukturisasi. Hal ini penting untuk menyiapkan dana pencadangan bila program restrukturisasi berakhir.

"NPL sampai batas atas 5% sih nggak ya. Walaupun kecenderungan meningkat, so far masih di bawah batas OJK, permodalan masih oke selama restrukturisasi kredit masih berjalan. PR bank akhir tahun ini yakni melihat kembali struktur debiturnya baik yang lancar maupun restruktur untuk melihat kebutuhan pencadangannya," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: