Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Belasan E-Commerce RI Tutup Lapak: Dari Rakuten hingga Blanja.com

Belasan E-Commerce RI Tutup Lapak: Dari Rakuten hingga Blanja.com Kredit Foto: Reuters/Yuya Shino

7. Scallope (2016)

Bukan hanya Bukalapak, Suitmedia Group memayungi e-commerce Tanah Air lainnya bernama Scallope. Situs online tersebut didirikan pada tahun 2013 dengan fokus bisnis di bidang fesyen. 

Berbagai produk fesyen karya desainer muda Indonesia ditawarkan melalui portal jual beli Scallope. Seiring perjalanan bisnis, manajemen menilai kinerja Scallope tidak lebih maksimal daripada Hijub yang pada posisinya sama-sama dimiliki Suitmedia Group.

Terlebih lagi, persaingan di industri e-commerce, khususnya fesyen semakin meningkat. Alhasil, Scallope kalah bersaing hingga akhirnya terpaksa tutup pada tahun 2016 silam.

8. Lamido (2015)

Lamido, situs marketplace di bawah naungan Rocket Internet resmi dirilis pada tahun September 2013. Sayang seribu sayang Lamido tak berumur panjang. Bak menjadi produk kanibal, Lamido terpaksa tutup lantaran pada saat yang sama Roket Internet mempunyai e-commerce lainnya, yaitu Lazada. Dengan ada dua e-commerce dalam satu payung perusahaan, tumpang tindih market lokal pun tak bisa terelakkan.

Ditambah lagi, kompetitor-kompetitor yang lebih kuat kian menjamur, seperti Bukalapak dan Tokopedia menjadi pertimbangan Rocket Internet untuk melebur Lamido dengan Lazada pada Maret 2015. 

Hal itu dilakukan dengan niat memperkuat posisi Lazada sebagai e-commerce terbesar di Indonesia. 

Sebagai imbas dari peleburan tersebut, mulai dari karyawan hingga merchant Lamido kemudian dialihkan kepada Lazada.

9. Paraplou (2015)

Satu lagi e-commerce Indonesia yang harus gulung tikar pada Oktober 2015, yaitu Paraplou.com. Berdiri pada tahun 2011, Paraplou menawarkan pengalaman belanja online, khususnya produk fesyen.

Persaingan ketat ditambah kondisi permodalan yang tak sehat adalah alasan di balik penghentian layanan Paraplou. Hal itu disampaikan oleh manajemen dalam pengumuman resminya. 

"Pasar e-commerce untuk produk branding tengah bertumbuh, sementara ekonomi global tengah bergolak. Kami terpaksa menutup layanan karena kondisi pemodalan," begitu bunyi pengumuman tersebut.

Dengan kondisi tersebut, tak banyak investor yang menanamkan investasinya kepada Paraplou. Meskipun, pada awal 2015, Paraplou tercatat menerima modal US$1,5 juta dari pemodal ventura asalah Singapura, yakni Majuven. 

Menyerah dengan keadaan yang ada, Paraplou yang merupakan salah satu pionir e-commerce di Indonesia pun mengorbankan ambisinya untuk menjadi yang nomor satu di Indonesia dalam penyediaan produk fesyen premium.

10. Valadoo (2015)

Situs e-commerce perjalanan wisata bernama Valadoo berdiri pada tahun 2010. Hadir sebagai salah satu pioner di industri travel, Valadoo bertahan selama lima tahun, tepatnya sampai e-commerce ini ditutup pada April 2015 lalu. 

Co-Founder Valadoo saat itu, yakni Jaka Wiradisuria, mengungkapkan bahwa menutup bisnis Valadoo adalah keputusan yang berat. Namun, apa boleh buat perusahaan memang tak mampu lagi untuk meneruskan bisnis.

Cerita panjang disudahinya kiprah Valadoo berawal ketika perusahaan menerima pendanaan dari investor startegis bernama Wago pada tahun 2012. Tak lama berselang, Valadoo memutuskan untuk merger dengan layanan social travel Burufly yang juga di berada di bawah naungan Wego. 

Sejak saat itu, Jaka merasa Valadoo terlalu bergantung kepada investor, khususnya dalam hal pendanaan. Akibatnya, pengembangan bisnis menjadi tidak leluasa karena kerap dituntut mengikuti arahan dari investor. Sampai akhirnya, Valadoo menutup seluruh layanan pada tahun 2015 karena adanya perbedaan kultur dan model bisnis. 

"Kami tetap pertahankan brand Valadoo. Saat ini saya mencari partner yang mampu bersama-sama mempertahankan brand Valadoo. Kami enggak bakal lama-lama tutup," tegasnya kala itu dilansir dari Kompas.

11. Plasa.com (2014)

Situs belanja online milik pemerintah, yakni Plasa.com didirikan pada tahun 2010 di bawah naungan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). Nama Plasa.com telah lama menjadi kenangan, bukan karena tutup melainkan karena perubahan nama. 

Setahun setelah didirikan, Plasa.com berkolaborasi dengan eBay, pemain e-commerce global yang terbilang sukses.

Kolaborasi tersebut bertujuan untuk meluaskan pasar Plasa.com. Melalui kerja sama ini, produk yang ditawarkan Plasa.com akan muncul dan ditampilkan pula di situs eBay.

Sampai akhirnya, pada tahun 2014 silam, eBay memutuskan untuk mengambil alih 49% saham Plasa.com. Atas transaksi tersebut, e-Bay kemudian mengubah nama Plasa.com menjadi Blanja.com.

12. Tokobagus (2014)

Tokobagus adalah e-commerce yang mengusung konsep iklan baris sebagai layanan utamanya. Dengan model consumer-to-consumer (C2C), setiap pengguna Tokobagus dapat mengunggah atau mencari produk yang dibutuhkan. Situs tersebut mulai beroperasi pada tahun 2005 dan menjadi pionir di industri e-commerce Tanah Air.

Perkembangan bisnis Tokobagus bertahan cukup lama, yaitu sampai dengan tahun 2014. Itu pun bukan karena ditutup total, melainkan hanya pergantian nama menjadi OLX Indonesia

Perubahan nama tersebut berawal ketika Tokobagus menerima investasi dari pemain global, yakni Naspers. Melihat pencapaian Tokobagus yang terbilang positif, Naspers pun akhirnya memutuskan untuk mengambil secara penuh kepemilikan Tokobagus. 

Akuisisi Tokobagus oleh dilakukan pada tahun 2014 dan  pada saat itulah Naspers mengubah nama Tokobagus menjadi OLX Indonesia. Namun sayang, penggunaan nama OLX Indonesia tidak sepopuler dulu ketika masih bernama Tokobagus.

13. Berniaga.com (2014)

E-commerce bernama Berniaga.com didirikan pada tahun 2009 silam. Hadir sebagai situs layanan iklan baris, Berniaga.com hanya mampu bertahan sampai dengan tahun 2014. Tepat pada 14 Januari 2014, layanan iklan Berniaga.com sudah dihentikan.

Penghentian tersebut terjadi sejalan dengan jalinan kerja sama antara 701 Search sebagai pemilik Berniaga.com dan Naspers sebagai pemilik OLX Indonesia. Berawal dari kolaborasi, Naspers akhinya mengakuisisi Berniaga.com pada tahun 2014. 

Dengan alasan bahwa Berniaga.com mempunya konsep bisnis yang serupa dengan OLX Indonesia, keduanya lantas dimerger. Dengan ambisi Naspers untuk menjadikan OLX sebagai penguasa tunggal di pasar Indonesia, situs olx.co.id kemudian dipertahankan.

"Hal ini merupakan upaya kami untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat Indonesia. Bagi Anda yang menjual barang kedua, dengan bergabungnya Berniaga.com dan OLX.co.id, Anda akan mendapatkan calon pembeli yang lebih banyak," jelas manajemen Berniaga.com secara tertulis.

14. Sedapur.com (2013)

Sedapur adalah e-commerce Indonesia yang bergerak di bidang jual beli produk kuliner secara online. Mulai debut tahun 2010, bisnis Sedapur hanya mampu bertahan sampai tahun 2013. 

Pasalnya, terhitung mulai 1 Agustus 2013, operasional layanan di situs Sedapur.com resmi dihentikan. Kendati begitu, situs tersebut masih dapat diakses hingga akhir tahun 2013 dengan alasan memberi kesempatan kepada para merchant untuk menginformasikan kontak dan alamat penjual sehingga pelanggan bisa menghubungi langsung ke mereka. 

"Meskipun tetap ada sampai 2013, namun pengguna sudah tak lagi dapat melakukan transaksi via website ini," tulis pengumuman resmi Sedapur pada Agustus 2013 lalu. 

Sayangnya, tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai alasan penutupan Sedapur.com. Dalam pernyataannya, manajemen hanya menyebut keputusan itu diambil setelah mempertimbangkan evaluasi menyeluruh oleh pemegang saham terhadap kinerja sedapur.

15. Multiply (2013)

Berawal dari situs jejaring sosial yang populer di Indonesia pada kurun waktu 2008 hingga 2009, Multiply mencoba peruntungan baru dengan mengubah strategi bisnisnya menjadi situs e-commerce. Didukung oleh Naspers selaku investor utama, Multiply merilis platform marketplace bernama Multiply Commerce pada tahun 2011. 

Baru dua tahun terjun ke bisnis e-commerce, Multiply memutuskan untuk menutup situs jual beli online Multiply.co.id pada 6 Mei 2013. Ketidakberhasilan mengubah strategi bisnis dari jejaring sosial menjadi e-commerce menjadi alasan utama penutupan situs belanja online tersebut. 

CEO Multiply kala itu, yakni Stefan Magdalinski, mengungkapkan bahwa kesulitan untuk mengubah total model bisnis tersebut sudah dirasakan sejak tahun 2012 atau setahun setelah Multiply memutuskan terjun ke industri e-commerce

"Setelah berusaha sangat keras, kami terpaksa mengakui bahwa kami tidak berhasil melakukannya (mengubah model bisnis menjadi e-commerce). Saya sangat menghargai tim saya untuk segala jerih payah dan kegigihan walaupun hasil akhirnya bukan yang kami inginkan," pungkasnya dalam siaran pers Multiply pada April 2013 silam.

Sejak penutupan situs belanja online itu, Multiply masih menjalani kegiatan bisnis seperti biasa hingga akhirnya pada 31 Mei 2013, kegiatan usaha Multiply sepenuhnya berhenti.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: