Terhantam Akibat Pandemi, Apa Dampak Kalau Batasan NPL Dilonggarkan?
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengusulkan kepada regulator untuk memberikan kelonggaran batasan kredit bermasalah (NPL) bagi perbankan apabila pandemi COVID-19 memiliki dampak jangka panjang.
“OJK misalnya meningkatkan indikator NPL kalau sekarang 5 persen, nanti bagaimana kondisi masih memburuk dalam jangka panjang itu diperbesar. Jadi diperbolehkan bank membukukan NPL lebih besar,” katanya dalam diskusi daring Infobank di Jakarta, Selasa.
Baca Juga: PSBB Total Ala Anies Dipuji Indef
Aviliani menambahkan kelonggaran batasan NPL itu diperlukan bagi debitur korporasi yang bahkan sebelum ada pandemi COVID-19, kinerja kreditnya sudah bermasalah. Alasannya, lanjut dia, agar masyarakat tetap memiliki keyakinan untuk menempatkan dananya di bank meski ada peningkatan NPL.
Apalagi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), kata dia, sesuai dengan UU Nomor 2 tahun 2020, diperbolehkan memberikan jaminan untuk seluruh nilai simpanan, tidak hanya nominal hingga Rp2 miliar.
“Jadi menurut saya lebih ke market conduct untuk memberikan kepercayaan kepada konsumen dan memberikan perlindungan terhadap mereka,” katanya.
Sedangkan bagi debitur yang terdampak COVID-19 lanjut dia, regulator memberikan relaksasi berupa restrukturisasi kredit sehingga kreditnya dianggap lancar.
Apabila batasan NPL dilonggarkan, lanjut dia, maka bank akan membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN). Apalagi dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71, kata dia, mewajibkan kredit baru harus dimasukkan dalam CKPN.
“Sehingga di sini juga akan tiba-tiba naik (CKPN) apakah itu boleh bertahap atau kah langsung, berarti mereka (perbankan) harus siapkan modal saat ini,” katanya. Setelah masa pandemi, lanjut dia, diprediksi NPL di bank akan banyak mengalami kenaikan karena relaksasi sudah selesai diberikan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat