Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi menilai bahwa rencana pembubaran 14 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukan berarti sebuah kegagalan Kementerian BUMN yang saat ini dipimpin Erick Thohir.
"Pembubaran BUMN bukan berarti sebuah kegagalan Kementerian BUMN, karena memang banyak BUMN yang tidak sehat," ujar Achmad dalam keterangan resmi, Rabu (30/9/2020).
Namun, sebelum pembubaran dilakukan, Kementerian BUMN harus bisa menjelaskan kepada DPR dan publik tentang kriteria BUMN yang perlu dibubarkan, digabung, atau dilebur.
Baca Juga: Rencana Ambisius Erick Thohir terhadap 108 BUMN, 14 Perusahaan Bakal Disuntik Mati!
"Kriteria itu pun harus menjadi acuan dalam menyikapi kondisi semua BUMN yang ada," kata Achmad
Achmad Baidowi yang juga Sekretaris Fraksi PPP DPR RI itu mengaku kaget rencana pembubaran 14 BUMN walaupun sebenarnya banyak BUMN yang memang tidak sehat dan sudah selayaknya dibubarkan.
"Malah ada yang menyebut seharusnya jumlah yang dibubarkan lebih dari 14 BUMN. Pembubaran BUMN nantinya tetap harus memenuhi tahapan dalam UU 19/2003 tentang BUMN maupun UU 40/2007 tentang Perseroan," ujar Achmad.
Ia mengingatkan setelah adanya pembubaran BUMN yang perlu diperhatikan adalah nasib para karyawan.
"BUMN harus bisa menjadi contoh bagaimana memperlakukan karyawan dengan baik. Jika terpaksa harus ada PHK maka seluruh hak karyawan harus bisa dipenuhi sesuai dengan kontrak dan aturan ketenagakerjaan yang berlaku," kata Achmad.
Namun, ia mengharapkan, Kementerian BUMN dapat berjuang untuk mengkaryakan para karyawan di unit atau BUMN lainnya yang masih sehat.
Baca Juga: Dahlan Iskan Kontra Ahok: Super Holding BUMN Belum Urgen!
Baca Juga: Utang Pertamina Dkk Bikin Apes Perusahaan Lain, Keuangan BUMN Ini Berdarah-darah
Achmad juga mengatakan, masalah BUMN diyakini belum akan selesai dalam waktu dekat, oleh karena itu Kementerian BUMN dan pemerintah pusat harus mencari format terbaik guna meningkatkan kompetensi perusahaan, baik dengan membentuk super holding seperti Singapura dengan Temasek-nya atau melanjutkan pembentukan holding-holding perusahaan berdasarkan kesamaan bisnisnya seperti yang sedang dilakukan kementerian BUMN saat ini.
"Semua alternatif perlu dikaji secara konprehenship agar BUMN yang ada bisa profit dan tidak menjadi beban bagi anggaran negara," ucap Achmad.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Rizky Fauzan
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: