Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ekonom Berani Lantang: Ada Permufakatan Jahat antara Pemerintah & DPR di UU Ciptaker

Ekonom Berani Lantang: Ada Permufakatan Jahat antara Pemerintah & DPR di UU Ciptaker Menko Perekonomian Airlangga Hartarto berjalan keluar seusai memberikan konferensi pers seusai rapat Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (26/8/2020). Airlangga mengatakan rapat tersebut membahas revisi terhadap Perpres 82/2020 tentang Komite Penanganan COVID-19 dan PEN yang meliputi kelengkapan struktur anggota komite, penetapan anggaran dan pelaksanaan kegiatan komite, dan pengadaan vaksin. | Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Angka kasus pandemi Covid-19 di Indonesia masih terus mengalami peningkatan. Namun sayangnya, pemerintah dan DPR bukannya serius menangani wabah itu malah fokus mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) menjadi undang-undang.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai seharusnya pemerintah dan DPR untuk saat ini fokus dulu menurunkan angka penderita Covid-19. Sebab, UU Ciptaker tak akan berdampak positif terhadap iklim investasi bila Indonesia masih diselimuti pandemi.

"Mana ada investor mau masuk ke Indonesia kalau lihat kasus penularan Covid-19 masih tinggi. Apalagi, banyak negara menutup pintu masuk untuk WNI," kata Bhima saat dihubungi, Selasa (6/10/2020).

Baca Juga: PKS Keras Tolak UU Cipta Kerja: Cuma Untungkan Pengusaha!

Baca Juga: UU Cipta Kerja: Jatah Libur Buruh Terpangkas, Cuma 1 Hari Seminggu

Menurut dia, masih tingginya angka pandemi membuat investor kurang tertarik masuk ke Indonesia karena daya beli masyarakat rendah, mobilitas terganggu, kapasitas produksi juga menurun.

"Saya kira ketidakmampuan pemerintah dalam melihat masalah fundamental sangat fatal bagi kepercayaan investor ke depannya," ujar Bhima.

Dia menduga ada permufakatan jahat antara pemerintah dan DPR. Karena, kedua lembaga itu terkesan menutup-nutupi setiap pembahasan pasal yang ada di dalam UU Ciptaker.

"Padahal ada masalah pangan yang strategis, kemudian masalah tenaga kerja, proyek pemerintah dan lingkungan. Artinya kualitas regulasinya diragukan. Jadi kesimpulannya masalah saat ini yang lebih mendesak untuk memulihkan investasi dan menarik relokasi pabrik adalah penanganan pandemi, pemulihan konsumsi rumah tangga, pemberantasan korupsi, peningkatan kualitas lingkungan hidup hingga bagaimana cara pemerintah menekan biaya logistik. Itu semua luput dari pembahasan Omnibus Law," kata dia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: