Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jadi Polemik, Fahri Hamzah: MK Bisa Anulir UU Cipta Kerja

Jadi Polemik, Fahri Hamzah: MK Bisa Anulir UU Cipta Kerja Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan melalui rapat paripurna DPR Senin, 5 Oktober 2020, menjadi polemik di tengah masyarakat. Pasalnya, UU tersebut dinilai sangat memberatkan kaum buruh.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah, berpendapat bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) bisa membatalkan semua isi undang-undang tersebut.

Baca Juga: Lihat Isi RUU Cipta Kerja, Refly Harun Keras: Hanya Iblis yang Membuat UU Ini

Dikatakan Fahri, Omnibus Law itu dianggap melampaui tata cara pembuatan undang-undang sebagaimana mestinya, selain masih kurangnya sosialisasi RUU Cipta Kerja sebelum disahkan secara cepat oleh DPR.

"Omnibus Law itu, otomatis jelas melanggar kontstitusi karena prinsipya dalam negara demokrasi itu, merampas hak undang-undang, itu nggak boleh. Pembuatan undang-undang harus mengacu pada tata cara pembuatan undang-undang, bukan hanya soal sosialiasi, tapi harusnya pakai Perpu dan diuji di DPR," kata Fahri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/10/2020).

Menurutnya, UU Cipta Kerja ini bukan undang-undang hasil revisi atau amandemen, melainkan undang-undang baru yang dibuat dengan menerobos banyak undang-undang. Selain melangggar konstitusi, UU Cipta Kerja iti juga dinilai merampas hak publik dan rakyat sehingga jelas-jelas melanggar hak asasi manusia (HAM).

"Ini bukan open policy, tapi legal policy. UU ini (UU Cipta Kerja, red) dianggap oleh publik dan konstitusi merampas hak publik dan rakyat sehingga berpotensi dibatalkan secara keseluruhan oleh MK. Bisa dibatalkan total oleh Mahkamah Konstitusi," ujarnya.

Mantan Wakil Ketua DPR Periode 2014-209 ini menambahkan, MK sebagai penjaga kontitusi (The Guardian Of Constitution) akan mempertimbangkan untuk membatalkan UU Cipta Kerja apabila ada judicial review.

"Kalau di judicial review di Mahkamah Kontititusi, misalnya hakimnya menjatuhkan putusan isinya dibatalkan total, maka aturan lain jadi kacau. Demokrasi dan aturan kita sebenarnya sudah cukup, tidak perlu Omnibus Law Cipta Kerja ini," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: