Setelah melakukan kajian yang mendalam serta melakukan serangkaian diskusi dengan berbagai ahli dari berbagai disiplin ilmu dan bidang, baik yang pro maupun kontra terhadap RUU ini, Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (K Sarbumusi) secara umum menilai RUU Cipta Kerja ini terlalu prematur untuk dibahas apalagi disahkan.
RUU Cipta Kerja ini lebih berorientasi kebijakan perburuhan ramah pasar (market-friendly paragidm) dengan karakter neoliberalisme yang kuat yang ditandai dengan deregulasi, fleksibilitas, efesiensi serta penarikan peran dan tanggung jawab negara terhadap warga negaranya.
Lebih jauh lagi, RUU Cipta Kerja ini berpotensi melegalkan pelanggaran HAM (legalized violation of human rights) melalui instrumen omnibus law. Dengan memperlemah proteksi, RUU ini berpotensi untuk mempromosikan pemiskinan struktural melalui kapitalisme yang dikonsolidasikan dan dilegalkan.
Presiden Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (K Sarbumusi) meminta kepada Jokowi untuk segera menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja. Dia meminta dengan tegas kepada Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo untuk menerbitkan PERPPU atas Undang-Undang Cipta kerja dalam waktu secepatnya.
"Niat baik untuk menciptakan lapangan kerja harus dibarengi dengan kepastian perlindungan dan jaminan hak-hak buruh sepenuhnya, bukan malah direduksi seperti yang terlihat di UU Cipta Kerja,” Ungkap Syaiful dalam keterangan tertulisnya, Jum’at (9/10/2020).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: