Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Nasib Perusahaan Milik Konglomerat Sri Prakash Lohia, Miliarder ke-4 RI: Indorama Synthetics

Nasib Perusahaan Milik Konglomerat Sri Prakash Lohia, Miliarder ke-4 RI: Indorama Synthetics Kredit Foto: Alchetron
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sri Prakash Lohia ialah pebisnis berdarah India yang sempat mendapat sorotan publik karena mampu menyalip posisi Prajogo Pangestu dalam daftar 500 orang terkaya di dunia. Lohia lahir pada 11 Juli 1952 di Kolkata, India. 

Meski lahir dan tumbuh besar di India, Lohia berhasil mengepakkan sayap bisnisnya di Indonesia hingga akhirnya menyandang status konglomerat keempat di RI setelah duo Hartono dan Tan Siok Tjien. Baca Juga: Perusahaan Milik Konglomerat Tan Siok Tjien Sang Miliarder ke-3 RI: Gudang Garam Gigit Jari

Baca Juga: Nasib Perusahaan Milik Konglomerat Budi Hartono: Bos Djarum, Orang Terkaya Nomor 1

Dilansir dari Bloomberg Billionaires Index, total kekayaan bersih yang dimiliki oleh Lohia mencapai US$6,07 miliar, terhitung sampai dengan 15 Oktober 2020. Dengan harta kekayaan yang setara Rp89,40 triliun itu memboyong Lohia ke posisi 365 dalam daftar orang terkaya di dunia.

Bergelimangnya harta yang dimiliki Lohia bukan serta-merta ia dapatkan secara instan, melainkan berkat usahanya membangun kerajaan bisnis melalui Indorama Corporation. Langkahnya membangun Indorama diawali ketika ia bersama sang ayah memutuskan pindah dari India ke Indonesia pada tahun 1974 silam dan mendirikan Indorama Synthetics, pabrik garmen yang memproduksi benang pintal di Purwakarta, Jawa Barat. 

Ketika itu, di usianya yang masih belia, ia mampu mendiversifikasi Indorama Synthetics dan mulai memproduksi polyethylene terephthalate (PET) bahan pembuat botol plastik. 

Tak berhenti sampai di sana, Lohia memboyong Indorama ke industri petrokimia dengan melalui akuisisi Eleme Petrochemicals Company pada tahun 2006 silam. Langkah yang menjadi bagian dari ekpansi bisnis itu pun kini mengukuhkan Indorama sebagai salah satu investor terbesar di sektor petrokimia Afrika Barat.

Lantas, di tengah kondisi penuh tantangan seperti sekarang ini bagaimana performa Indorama sepanjang semester I 2020? Terlebih lagi, industri tekstil dan petrokimia menjadi ikut terdampak oleh pandemi Covid-19. Berikut adalah rangkuman kinerja keuangan Indorama periode Januari hingga Juni 2020.

Indorama Synthetics

Kinerja keuangan PT Indorama Synthetics Tbk (INDR) sepanjang semester pertama tahun 2020 tertekan oleh pandemi Covid-19. Merujuk ke laporan keuangan perusahaan, per Juni 2020 Indorama mengantongi laba bersih sebesar US$1,09 juta. Capaian tersebut merosot 96,9% dari semester I 2019 yang kala itu menembus Rp35,28 juta.

Baca Juga: Bea Cukai-TNI AD Gagalkan Penyelundupan Tekstil Senilai Rp13,6 M

Penurunan laba tersebut terimbas dari pendapatan Indorama yang terkoreksi 28,44% secara tahunan. Jika pada Juni 2019 pendapatan Indorama mencapai US$398,51 juta, angkanya menjadi US$285,18 pada Juni 2020. Pasar ekspor masih mendominasi pendapatan perusahaan, yakni sebesar US$178,86 juta, turun dari tahun sebelumnya yang mencapai US$273,23 juta. 

Begitu pun dengan pasar lokal, di mana kontribusi terhadap pendapatan turun dari US$126,78 juta menjadi US$107,27 juta pada paruh pertama tahun ini. Pada saat yang bersamaan, Indorama mencatat perbaikan untuk beban pokok pendapatan dari yang sebelumnya US$375,58 juta menjadi hanya US$272,76 juta.

Sejumlah pos beban lainnya juga ikut membaik pada paruh pertama tahun 2020 ini. Indorama menekan beban penjualan dari US$3,76 juta menjadi US$3,40 juta, beban umum dan administrasi turun dari US$8,49 juta menjadi US$7,19 juta, serta beban keuangan turun dari US$6,42 juta menjadi US$5,04 juta. 

Namun, anjloknya laba secara signifikan itu salah satunya dipengaruhi oleh pencatatan keuntungan atas pelepasan entitas asosiasi yang didapat, di mana tahun lalu Indorama mengantongi dana hingga US$30,01 juta, sedangkan tahun ini nihil.

Direktur Utama Indorama, Vishnu Swaroop Baldwa, beberapa waktu lalu sempat mengatakan bahwa kinerja keuangan yang kurang maksimal juga terpengaruh oleh kondisi pasar yang lesu, terutama pada periode APril hingga Juni 2020. Ia mengungkapkan, selama periode tersebut, utilitasi pabrik Indorama di Indonesia menurun hingga 50%. 

"Selain itu, utilitasi pabrik kami yang berlokasi di Indonesia turun hingga 50%. Hingga akhir tahun nanti, kami proyeksi penjualan pada tahu ini akan lebih rendah dibanding proyeksi sebelumnya," pungkasnya dalam kesempatan paparan publik September 2020 lalu.

Meskipun demikian, Baldwa menilai bahwa memasuki semester kedua tahun ini, kondisi pasar lokal dan ekspor sudah mulai membaik. Optimis perusahaan akan mampu mencetak kinerja semester kedua yang lebih baik daripada semester pertama, Baldwa mengatakan pasar eskpor masih akan menjadi yang paling mendominasi terhadap pendapatan perusahaan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: