Mungkin tidak ada yang menyangka, perkebunan kelapa sawit yang dikembangkan melalui program kemitraan Perkebunan Inti Rakyat (PIR) sejak 40 tahun silam telah berhasil membawa Indonesia menjadi produsen dan eksportir minyak sawit terbesar dunia.
Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB), Achmad Mangga Barani, mengemukakan bahwa saat itu (tahun 2006), Indonesia sudah menyalip Malaysia. Bahkan, saat ini sawit mampu mendulang devisa negara dan menciptakan lapangan kerja.
Baca Juga: Importir Terbesar, Begini Tapak Sawit Berkelanjutan di China
Lebih lanjut Mangga Barani menjelaskan, melalui Inpres No.1 tahun 1986, pemerintah menyiapkan pendanaan melalui bank dan mendatangkan sebanyak 784.007 KK petani plasma dari luar daerah (PIR Transmigrasi) dengan memberikan 2 hektare lahan sawit per KK. Melalui pengembangan PIR inilah, Indonesia berhasil menjadi produsen kelapa sawit terbesar.
Data mencatat, pada tahun 2006 atau sejak Indonesia berhasil menyalip posisi Malaysia sebagai raja minyak sawit dunia, luas lahan sawit Indonesia mencapai 6,59 juta hektare dengan produksi sebanyak 17,35 juta ton. Perihal sumber energi terbarukan, Mangga Barani juga mengatakan, sejak 40 tahun lalu pemerintah sudah berpikir terkait dengan kemandirian energi.
"Jadi sudah dipikirkan, kira-kira apa pengganti minyak bumi dari energi yang terbarukan. Setelah proses sekitar 40 tahun, baru dibuktikan kalau sawit mampu kalahkan minyak bumi dan menjadi alternatif energi terbarukan," kata Mangga Barani.
Menurut Mangga Barani, karena program PIR saat ini sudah tak ada, pemerintah diharapkan dapat meniru pola kemitraan tersebut dalam bentuk lain melalui revitalisasi perkebunan. Salah satunya yakni dengan mengembangkan perkebunan kelapa sawit melalui kemitraan.
"Setiap lokasi pengembangan diarahkan untuk terwujudnya sistem pekebunan yang kompak, serta memenuhi skala ekonomi. Paling tidak setiap KK luas lahannya 4 ha," ujar Mangga Barani.
Tidak hanya itu, Mangga Barani juga menyarankan agar pemerintah memberi jaminan kepastian dan keberlanjutan usaha sawit, melalui pengelolaan kebun dalam satu manajemen. "Selain ada kredit dengan bunga rendah bagi petani, dengan tenggang waktunya sampai tanaman menghasilkan, juga diperlukan petugas pendamping," paparnya.
Senada dengan hal tersebut, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (PPHP), Dedi Junaedi, mengatakan bahwa Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Ditjen Perkebunan sampai saat ini tetap konsisten untuk memberdayakan petani sawit.
"Jadi, kami mendorong petani sawit melalui kemitraan, memberdayakan petani sawit, menguatkan kelembagaan petani, dan mengarahkan budi daya sawit yang berkelanjutan," kata Dedi Junaedi.
Menurut Dedi, untuk menjaga keberlanjutan agribisnis sawit, Ditjen Perkebunan hingga saat ini terus menyelesaikan permasalahan kebun sawit rakyat yang masuk dalam kawasan hutan dan adanya tumpang-tindih pengelolaan agribisnis sawit.
"Saya kira ini sangat penting ditindaklanjuti. Juga tentang kewajiban ISPO bagi petani sawit rakyat sehingga peran pemberdayaan petani sawit sangatlah penting dikedepankan," pungkas Dedi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: