Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Importir Terbesar, Begini Tapak Sawit Berkelanjutan di China

Importir Terbesar, Begini Tapak Sawit Berkelanjutan di China Kredit Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bagi Indonesia, keterkaitan antara minyak kelapa sawit dan China sudah terjalin lama dan saling menguntungkan. Bahkan, sepanjang tahun 2019, China tercatat sebagai importir minyak sawit dan produk turunannya asal Indonesia terbesar dengan total volume mencapai 8,136 juta ton.

Secara global, China juga digadang-gadang sebagai salah satu pasar minyak sawit terbesar. Dalam sebuah laporan yang dirilis The Carbon Disclosure Project (CDP), sebuah organisasi nirlaba yang bergerak di bidang transparansi lingkungan, tercatat, China merupakan importir minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia dan konsumen minyak kelapa sawit terbesar ketiga, di mana pasokannya sepenuhnya bergantung pada impor.

Baca Juga: Sawit, Omnibus Law, dan Norwegia, Ada Apa?

Kendati demikian, faktanya tahun 2019 lalu, hanya terdapat 3 perusahaan di China yang melaporkan informasi terkait komoditas kelapa sawit, di mana dua di antaranya mengidentifikasi risiko terkait hutan. Laporan tersebut juga mencatatkan bahwa perusahaan-perusahaan hilir minyak sawit di China akan menghadapi peningkatan biaya produksi lantaran adanya risiko fisik.

Risiko fisik tersebut terkait dengan peningkatan biaya pengadaan akibat gangguan rantai pasok karena cuaca ekstrem atau kerentanan ekosistem yang timbul dari perubahan iklim. Sementara itu, perusahaan yang berada di rantai pasok tengah melihat risiko akses pasar karena pembeli menerapkan kebijakan nol deforestasi.

Misalnya, banyak pembeli internasional produk-produk China yang mengandung minyak kelapa sawit (seperti kelompok supermarket asal Prancis-Carrefour) telah menerapkan kebijakan tersebut dan berjanji bahwa pada akhir tahun 2020 mereka hanya akan membeli produk minyak kelapa sawit berkelanjutan yang disertifikasi oleh Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Jika pemasok China tidak mematuhi kebijakan ini, mereka akan kehilangan kontrak dan terputus bisnisnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: