Ancaman hukuman mati
Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan, Menteri Sosial Juliari Batubara bisa diancam dengan pidana hukuman mati. Ancaman hukuman mati bisa diberikan kepada Juliari jika terbukti melanggar Pasal 2 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Ya, kita paham bahwa di dalam ketentuan UU Nomor 31 tahun 1999 pasal 2, yaitu barang siapa yang telah melakukan perbuatan dengan sengaja memperkaya diri atau orang lain, melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara di ayat 2 memang ada ancaman hukuman mati," ujar Firli di Gedung KPK, Minggu (6/12) dini hari.
Baca Juga: Pakai Rompi Tahanan, Juliari Batubara Mengundurkan Diri sebagai Mensos
Selama masa pandemi Covid-19, kata Firli, pihaknya juga terus mengimbau bahkan mengancam agar semua pihak agar tidak menyalahgunakan bantuan sosial (bansos) sebab ancaman hukumannya adalah mati. Terlebih, sambung Firli, pemerintah juga telah menetapkan pandemi Covid-19 ini sebagai bencana nonalam.
"Kita paham juga bahwa pandemi Covid-19 ini dinyatakan oleh pemerintah bahwa ini adalah bencana nonalam sehingga tentu kita tidak berhenti sampai di sini, apa yang kita lakukan, kita masih akan terus bekerja terkait dengan bagaimana mekanisme pengadaan barang jasa untuk bantuan sosial di dalam pandemi Covid-19," tegas Firli.
"Tentu nanti kami akan bekerja berdasarkan keterangan saksi dan bukti apakah bisa masuk ke dalam Pasal 2 UU 31 Tahun 1999 ini. Saya kira memang kami masih harus bekerja keras untuk membuktikan ada atau tidaknya tindak pidana yang merugikan keuangan negara sebagai mana yang dimaksud Pasal 2 itu. Malam ini yang kami lakukan tangkap tangan adalah berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara, jadi itu dulu," tambah Firli.
Dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 2 berbunyi,
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Respons PDIP
Sektetaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa PDI Perjuangan mendukung sepenuhnya berbagai langkah pemberantasan korupsi. Termasuk, dalam bentuk OTT yang secara simultan dilakukan oleh KPK.
"Partai menghormati seluruh proses hukum yang sedang berlangsung. Hukum adalah jalan peradaban untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Siapa pun wajib bekerja sama dengan upaya yang dilakukan oleh KPK tersebut," kata Hasto dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Minggu (6/12).
Hasto juga merespons sejumlah kasus korupsi yang baru-baru ini menimpa kader partainya. Hasto menegaskan, PDI Perjuangan secara terus-menerus mengingatkan para kadernya untuk selalu menjaga integritas dan tidak mengalahgunakan kekuasaan, apalagi melakukan korupsi.
"Kalau sudah menyangkut hal tersebut, Ketua Umum PDI Perjuangan, Ibu Megawati selalu memberikan arahan kepada kadernya yang punya jabatan politik untuk tidak melakukan penyalahgunaan kekuasan, tidak korupsi. Tertib hukum adalah wajib bagi wajah pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi," ucapnya.
Anggota Komisi VIII DPR Bukhori Yusuf mengatakan, sebagai mitra kerja, Komisi VIII DPR kerap mengingatkan mensos untuk berhati-hati dalam pengelolaan dana bansos.
"Kita kan juga kritis dalam memberikan pencermatan terutama berbagai macam potensi-potensi penyimpangan di tingkat lapangan ya, sering kali juga kita ingatkan danĀ sudah kita sampaikan," kata Bukhori kepada Republika, Minggu (6/12).
Bukhori menambahkan, bahkan Komisi VIII DPR juga sering mengingatkan mensos soal kualitas bantuan sembako yang disampaikan ke masyarakat. Namun, dirinya tidak tahu kenapa peristiwa tersebut masih saja terjadi meskipun sudah kerap diingatkan.
"Saya pikir ini memang suatu penyakit lama di hampir seluruh birokrasi yang menjadi borok lama yang harusnya mestinya komitmen Presiden Jokowi sebagai presiden yang komitmen untuk pemberantasan korupsi harusnya terjadi perubahan, tetapi secara faktanya itu belum bisa memberikan angin segar tentang perubahan-perubahan signifikan karena ini persoalan mentalitas. Saya kira itu," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum