Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gawat! 1 dari 4 Balita Minum Kental Manis Setiap Hari, Ini Bahayanya untuk Anak

Gawat! 1 dari 4 Balita Minum Kental Manis Setiap Hari, Ini Bahayanya untuk Anak Konsumen memilih produk susu kental manis di salah satu mini market di Pasar Baru, Jakarta, Jumat (6/7). Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) telah mengeluarkan surat edaran yang memperketat aturan tentang label dan iklan pada produk susu kental dan analognya. | Kredit Foto: Antara/Galih Pradipta
Warta Ekonomi, Jakarta -

Di tengah pandemi Covid-19 masih berlangsung dan pentingnya daya tahan tubuh bagi anak dalam menghadapi pandemi, ada fakta miris yang terjadi. Hal ini dibuktikan dari penelitian oleh YAICI, PP Muslimat NUdan PP Aisyiyah tentang Persepsi Masyarakat tentang Kental Manis pada 2020.

Untuk diketahui, penelitian ini dilakukan di  DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT, dan Maluku. Total responden adalah 2.068 ibu yang memiliki anak usia 0–59 bulan atau 5 tahun. 

Dari penelitian ditemukan 28,96% dari total responden mengatakan kental manis adalah susu pertumbuhan, dan sebanyak 16,97% ibu memberikan kental manis untuk anak setiap hari.

Baca Juga: Orang Tua dan Anak Bisa Terus Asah Kreativitas Saat Pandemi

Dari hasil penelitian juga ditemukan sumber kesalahan persepsi ibu, di mana sebanyak 48% ibu mengakui mengetahui  kental manis sebagai minuman untuk anak adalah dari media, baik TV, majalah/ koran dan juga media sosial. 16,5%-nya mengatakan informasi tersebut didapat dari tenaga kesehatan.

Temuan menarik lainnya, kategori usia yang paling banyak mengonsumsi kental manis adalah usia 3–4 tahun sebanyak 26,1%, menyusul anak usia 2–3 tahun sebanyak 23,9%. Sementara konsumsi kental manis oleh anak usia 1–2 tahun sebanyak 9,5%, usia 4-5 tahun sebanyak 15,8%, dan 6,9% anak usia 5 tahun mengonsumsi kental manis sebagai minuman sehari-hari.

Dilihat dari kecukupan gizi, 13,4% anak yang mengonsumsi kental manis mengalami gizi buruk, 26,7% berada pada kategori gizi kurang dan 35,2% adalah anak dengan gizi lebih.

"Dari masih tingginya persentase ibu yang belum mengetahui penggunaan kental manis, terlihat bahwa memang informasi dan sosialisasi tentang produk kental manis ini belum merata, bahkan di ibu kota sekalipun," imbuh Arif Hidayat.

Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Chairunnisa mengatakan media sangat memiliki peran penting di dalam memberikan persepsi kepada masyarakat.

"Betul, bahwa memang media ini memiliki peran penting didalam memberikan persepsi kepada masyarakat tentang kental manis adalah susu," jelas Chairunnisa.

Sedangkan, Erna Yulia Soefihara selaku Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU mengatakan bahwa ia dan kadernya di seluruh Indonesia mencoba untuk mengubah persepsi bahwa kental manis itu bukanlah susu yang bisa diminum untuk balita.

"Tapi memang sangat sulit ya, saat kita melakukan sosialisasi itu karena sudah begitu lama di mereka itu bahwa susu kental manis itu sehat. Sudah menjadi kebiasaan, setelah lepas ASI mereka mengganti tidak dengan susu untuk anak, tapi memberikan kental manis," papar Erna.

Selain melaksanakan penelitian, sepanjang 2020 YAICI bersama PP Aisyiyah dan PP Muslimat NU dan didukung oleh mitra-mitralainnya juga gencar melakukan sosialisasi dan edukasi untuk masyarakat secara online. Sebanyak 12.560 kader kedua organisasi perempuan terbesar di Indonesiaini tersebar di 34 provinsi dan beberapa cabang di luar negeri telah terpapar edukasi tentang kental manis.

Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengatakan, pentingnya persoalan kental manis tidak hanya sebatas mencukupi gizi anak, namun juga potensi kerugian yang dialami negara akibat stunting bisa mencapai 2 persen sampai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya.

"Ini angka yang besar sekali. Kita lihat PDB 2019 sebesar Rp15.833,9 triliun, maka kerugian stunting bisa mencapai Rp474,9 triliun. Jumlah itu mencakup biaya mengatasi stunting dan hilangnya potensi pendapatan akibat rendahnya produktivitas anak yang tumbuh dengan kondisi stunting," jelas Arif.

YAICI berkomitmen melakukan edukasi yang berkelanjutan bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan generasi yang unggul di masa mendatang. Pandemi memang sempat menjadi hambatan dalam mengedukasi masyarakat tahun ini, tentu tidak seefektif bila edukasi secara langsung dengan masyarakat.

"Bagaimanapun, upaya ini tidak boleh terhenti, karena itulah kami berharap hasil penelitian ini dapat mendorong pemerintah untuk meningkatkan partisipasinya dalam mengedukasi masyarakat," pungkas Arif Hidayat.

Dalam konferensi pers Hasil Penelitian Persepsi Masyarakat tentang Kental manis, Tria Astika Endah Permatasari, Dosen Prodi Gizi Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta, mengingatkan pemberian susu untuk anak harus disesuaikan dengan kategori usia.

"Untuk usia 0-6 bulan, berikan ASI eksklusif karena zat gizi yang dibutuhkan anak usia 0-6 bulan pertama tersebut, ada pada ASI," jelas Tria Astika.

Lebih lanjut, dr Tria menyebutkan, setelah usia enam bulan, makanan pendamping ASI (MPASI) menjadi hal yang penting. Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menganjurkan anak dapat diberikan susu tambahan karena mengandung banyak zat gizi dan mikronutrien yang diperlukan dalam tumbuh kembang anak seperti fosfor dan kalsium. Namun, yang perlu diingat adalah tidak semua susu baik untuk dikonsumsi anak.

Baca Juga: Fasilitas Rp140 Triliun dari ADB Bantu Akses dan Distribusi Vaksin COVID-19

Salah satu jenis produk susu yang sebaiknya tidak diberikan kepada anak terutama bayi dan balita adalah susu kental manis. "Kental manis sebetulnya bukan susu, dilihat dari tabel kandungan gizi, kental manis memiliki kandungan karbohidrat paling tinggi yaitu 55% per 100 gram sehingga tidak dianjurkan untuk balita," jelas Tria.

Anak yang sudah terbiasa mengonsumsi kental manis akan berisiko mengalami undernutrition dan juga overnutrition. "Undernutrition atau gizi kurang apabila orang tua merasa anak sudah cukup gizi hanya dengan konsumsi kental manis saja, lalu lupa atau tidak memperhatikan asupan gizi lainnya. Sementara overnutrition apabila anak mengonsumsi kentalmanis, dengan porsi yang banyak dan juga konsumsi makanan lainnya seperti snack dan cemilan tidak terkontrol," jelas Tria.

Dijelaskan Tria, merujuk pada beberapa penelitian yang dilakukan akademisi pada 2019, yang dilakukan di Potong Lintang di salah satu kecamatan di Jabar, dari 122 responden balita, anak-anak yang mengonsumsi krimer kental manis lebih dari satu gelas per hari lebih berisiko mengalami berat badan kurang dibandingkan dengan anak yang mengonsumsi kurang dari jumlah tersebut.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: