Langkah Habib Rizieq di Lahan Markaz Syariah Benar, Anwar Abbas: PTPN Mau Apakan Lahan?
Polemik soal somasi PTPN VIII terhadap lahan Markaz Syariah di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terus berlanjut. Pertanyaan pun muncul, PTPN akan menggunakan lahan tersebut untuk apa?
Pengamat sosial ekonomi dan keagamaan Anwar Abbas mengutip amanat dari Bung Hatta ketika menyampaikan keterangan pemerintah tentang politiknya kepada Badan Pekerja KNIP tanggal 2 September 1948 yang mengatakan bahwa "Milik tanah dalam Republik Indonesia berarti menerima suatu kewajiban terhadap produksi dengan pedoman: menghasilkan sebanyak-banyaknya untuk memperbesar kemakmuran rakyat".
Baca Juga: Siap Kirim Balasan Somasi PTPN VIII, Markaz Syariah: Senin Kami Kirim
Menurut Abbas, tanah milik yang telantar tidak dikerjakan berarti suatu keteledoran terhadap masyarakat dan hak miliknya itu harus diambil oleh negara. Abbas mengatakan, dalam kasus tanah atau lahan Markaz Syariah (MS) yang dikelola oleh Habib Rizieq, tanah dan lahan tersebut katanya memang berasal dari HGU PTPN VIII, tetapi pihak PTPN karena tidak mampu memproduktifkannya telah melepaskan lahan itu kepada masyarakat dan oleh masyarakat sudah dipergunakan untuk kepentingan pertanian.
"Oleh Habib Rizieq, tanah tersebut dibeli dari petani untuk mendirikan lembaga pendidikan pesantren. Tujuan dari pendirian pesantren tersebut oleh Habib Rizieq tentunya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara konstitusional, tugas mencerdaskan kehidupan bangsa itu adalah terletak di pundak negara dan pemerintah," kata Abbas dalam siaran persnya, Minggu (27/12/2020).
Mantan Sekjen MUI itu melanjutkan, kehadiran Habib Rizieq dan atau yayasan yang dipimpinnya di atas tanah tersebut telah melaksanakan dua hal yang diamanati oleh negara. Pertama, HRS telah memproduktifkan lahan tersebut. Jadi, berarti HRS sudah ikut membantu menegakkan ketentuan negara/pemerintah. Kedua, HRS telah membantu tugas negara/pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Yang menjadi masalah sekarang PTPN yang ditugasi oleh pemerintah untuk mengurus tanah tersebut akan mengambil kembali tanah tersebut. Saya rasa boleh-boleh dan sah-sah saja PTPN melakukan hal demikian. Cuma yang menjadi masalah HRS sudah menghabiskan dana yang besar untuk itu yang dia himpun dari masyarakat dan dari diri dan keluarganya sendiri. Untuk itu, tentu etisnya PTPN memberikan ganti rugi kepada yayasan HRS tersebut dengan ganti rugi yang pantas," lanjutnya.
Cuma, lanjut Anwar, yang menjadi pertanyaan ketika tanah itu akan diambil kembali oleh PTPN, oleh PTPN lahan itu akan dipergunakan untuk apa. Bukankah dengan telah dibangunnya sekolah dan lembaga pendidikan di atasnya berarti HRS sudah melaksanakan tugas membantu negara dan pemerintah.
"Oleh karena itu, jika PTPN tidak dan atau belum akan memanfaatkannya dalam waktu dekat untuk sesuatu yang memang sangat-sangat penting dan sangat-sangat urgen bagi bangsa ini, menurut saya untuk apa gunanya PTPN mengambilnya kembali karena apa yang dilakukan oleh HRS di atas tanah tersebut bukankah sebenarnya sudah sangat membantu tugas negara/pemerintah," urainya.
Menurutnya, dalam kasus seperti ini, amanat dari Bung Hatta sangat penting untuk diperhatikan. Bung Hatta saat itu menuturkan, bila ada elemen masyarakat yang telah bekerja membantu tugas pemerintah maka wajiblah hukumnya bagi pemerintah untuk membantu mereka.
"Jadi, bila kasus ini dikaitkan dengan konstitusi dan pernyataan Bung Hatta tersebut, tindakan pemerintah yang benar dan yang paling tepat menurut saya bukan mengambil kembali lahan tersebut, tetapi membantu lembaga pendidikan atau pesantren yang ada di atas tanah tersebut agar bisa berjalan dengan lebih baik lagi sehingga tugas pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bisa terbantu dan ini tentu sangat-sangat besar arti dan maknanya bagi kehidupan bangsa ini ke depannya karena seperti dikatakan Bung Hatta pendidikan itu merupakan bagian sentral dari pembangunan karena di sinilah sebenarnya terletak dan ditentukannya maju dan tidak majunya nasib sebuah bangsa," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum