Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Epidemiolog: Habis Liburan Panjang, Wisatawan Mesti Lakukan Karantina Mandiri

Epidemiolog: Habis Liburan Panjang, Wisatawan Mesti Lakukan Karantina Mandiri Calon penumpang mengantre untuk reschedule atau refund penerbangan di Posko Terpadu Terminal 1 Bandara Internasional Juanda di Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (22/12/2020). Pengelola bandara Juanda berkoordinasi dengan maskapai untuk memfasilitasi resechedule atau refund berupa kelonggaran penjadwalan ulang maupun pengembalian uang tiket akibat disibukkan rapid tes antigen. | Kredit Foto: Antara/Umarul Faruq
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kebijakan pemerintah yang mewajibkan masyarakat melampirkan surat keterangan rapid test antigen tidak berjalan terlalu efektif, menurut Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman.

Ia menilai, semua penanganan COVID-19 di masa liburan Nataru mesti konsisten dan berkomitmen supaya efektif. Bahkan, bagi para warga yang telah melaksanakan libur panjang, seharusnya diwajibkan melakukan karantina mandiri terlebih dulu sebelum melanjutkan aktivitasnya.

"Walaupun ada kebijakan pemeriksaan rapid test antigen ya, kalau itu tidak dilakukan dengan konsisten dan komitmennya jelas, ya tidak efektif juga. Itu harus disertai karantina. Contoh pada saat ini yang pulang mudik, atau yang berlibur ini mereka harus dipastikan tujuh hari setidaknya diam di rumah," katanya ketika dihubungi, Sabtu (2/1/2021).

Baca Juga: 5 Fakta Bansos 2021, Ini Waktu Penyalurannya!

Bahkan, perusahaan-perusahaan seharusnya menerapkan sistem bekerja dari rumah atau work from home. Batas waktunya, sambung Dicky, tidak ditentukan sampai dinilai pandemi Covid-19 sudah terkendali.

"Nah, WFH itu juga harus dilakukan. WFH ini kondisi yang harus dilakukan setidaknya sampai situasi pandemi terkendali, yang saat ini masih tidak terkendali," tuturnya.

Dia pun menjelaskan, niat pemerintah untuk mengendalikan pandemi COVID-19 nampaknya belum bersinergi secara efektif. Salah satunya, kata dia, terbukti dari adanya pemberian diskon-diskon yang berkaitan dengan pariwisata.

"Terjadinya masyarakat berlibur atau keramaian ini menunjukkan strateginya belum bersinergi antara kemauan untuk mengendalikan dengan apa yang dilakukan regulasinya. Malah ada diskon kan dan sebagainya," ucapnya.

Dicky mengatakan, tingginya angka positivity rate di Indonesia jauh dari standar aman yang ditetapkan WHO memastikan bahwa pandemi Covid-19 belum bisa terkendali. Per Jumat 1 Januari 2021, angka positivity rate Indonesia mencapai 15,8 persen.

"Positivity rate kalau itu lebih dari 10 persen artinya situasi pandemi tidak terkendali. Kalau lebih dari 20 persen, artinya selain penyebaran tidak terkendali juga sudah terjadi outbreak besar," ungkapnya.

Sekadar informasi, pemerintah mewajibkan rapid test antigen bagi pelaku perjalanan selama Natal dan Tahun Baru 2021. Bagi mereka yang menyiapkan perjalanan harus ingat masa berlaku rapid test antigen yang hanya tiga hari, begitu juga PCR test cuma tujuh hari.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Tanayastri Dini Isna

Bagikan Artikel: