Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menilai perlunya regulasi berbentuk undang-undang terkait fintech untuk mendukung pertumbuhan industri agar mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Salah satunya yang mengatur bahwa hanya fintech lending berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dapat beroperasi, dan menutup akses pinjol atau fintech illegal beroperasi.
Oleh sebab itu, Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko meminta dukungan Komisi XI untuk mempertimbangkan payung hukum dengan UU tersendiri, jika sulit dengan UU fintech, bisa juga menyisipkan di Omnibuslaw.
Baca Juga: Inovasi Credit Score Fintech Mampu Percepat Penyaluran Kredit di 2021
"Kami hanya ingin ada peraturan yang mengatur bahwa hanya fintech berizin yang boleh beroperasi. Anggota kami yang masih berstatus terdaftar, agar segera mengurus proses perizinan OJK. Hal ini agar tidak ada celah bagi pihak pinjol atau fintech illegal bermain, jika tetap beroperasi, pinjol illegal ini melakukan tindak pidana,” ujarnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) AFPI dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, belum lama ini. RDP dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Eriko Sotarduga.
Hingga saat ini, lanjut Sunu, AFPI mengidentifikasi bahwa pinjol atau fintech ilegal dengan berbagai karakteristiknya ini merugikan industri dan masyarakat.
“Pinjol ilegal ini tidak terdaftar dan tidak diawasi OJK dengan bunga atau biaya pinjaman yang tak terbatas," ungkapnya.
Sunu menjelaskan AFPI terus berkoordinasi dengan berbagai pihak termasuk Google untuk menutup akses pinjol illegal, namun Google butuh dasar hukumnya.
"Itulah sebabnya kita butuh regulasi berbentuk UU untuk mengatur industri fintech. Saat ini yang menjadi tantangan bersama industri adalah mengedukasi dan sosialisasi ke masyarakat untuk berhati-hati akan keberadaan Pinjol atau fintech illegal,” kata Sunu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman