Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kibuli AS, Perusahaan Kertas Rokok Asal Indonesia yang Berbisnis dengan Korut Didenda USD1,5 Juta

Kibuli AS, Perusahaan Kertas Rokok Asal Indonesia yang Berbisnis dengan Korut Didenda USD1,5 Juta Kredit Foto: Foto/REUTERS/Kham
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebuah perusahaan global pemasok produk kertas rokok, PT Bukit Muria Jaya (BMJ) setuju untuk membayar denda senilai USD 1,5 juta dan mematuhi perjanjian penundaan penuntutan perkara dengan Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS).

BMJ berkonspirasi melakukan penipuan bank dalam mengirimkan produk-produk mereka ke para pelanggan di Korea Utara (Korut).

Baca Juga: Takut Kekuatan Korut, Presiden Korsel Minta Joe Biden Turun Tangan Hadapi Kim Jong-un

BMJ yang berbadan hukum di Indonesia juga telah menyepakati perjanjian penyelesaian dengan Kantor Pengendalian Aset Asing Departemen Keuangan AS (OFAC).

Menurut keterangan Kedutaan Besar AS di Jakarta, untuk memenuhi DPA, BMJ mengakui dan menerima tanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukannya dan setuju membayar denda setimpal dengan kejahatan yang dilakukannya.

BMJ sepakat menjalankan program kepatuhan yang dirancang untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran hukum dan peraturan sanksi AS, dan melapor secara teratur ke Departemen Kehakiman AS dalam menjalankan program tersebut.

BMJ, menurut kedubes AS, juga berkomitmen melaporkan segala jenis pelanggaran terhadap hukum AS yang terkait kepada Departemen Kehakiman AS dan bekerja sama menyelidiki pelanggaran tersebut.

"Melalui cara yang canggih dan skema multinasional yang illegal, BMJ secara sengaja mengaburkan jenis transaksi yang sesungguhnya agar produknya dapat dijual ke Korut,” ujar Asisten Jaksa Agung untuk Keamanan Nasional, John Demers.

“BMJ mengelabui bank-bank di AS dalam memproses pembayaran yang melanggar sanksi kami terhadap Korut. Penerapan rezim sanksi yang ketat menekan Korut untuk tidak melakukan bentuk kegiatan yang berbahaya dan menimbulkan konflik perang, termasuk proliferasi senjata pemusnah massal. Departemen Kehakiman AS berkomitmen mengambil tindakan tegas ini dengan harapan suatu hari nanti Korut akan mengintegrasikan dirinya kembali ke dalam komunitas bangsa-bangsa," sambungnya.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Jaksa Agung AS untuk District of Columbia, Michael R. Sherwin mengatakan, BMJ dengan sengaja mengelabui bank-bank di AS dan merusak integritas sistem keuangan di As agar dapat terus berbisnis dengan Korut.

“Kami ingin menyampaikan kepada semua orang dan pelaku bisnis yang bermaksud melakukan skema serupa untuk melanggar sanksi AS terhadap Korut, bahwa menggunakan perusahaan besar serta faktur pembayaran yang menipu tidak akan melindungi Anda. Kami akan menemukan dan menuntut Anda," ungkapnya.

Alan E. Kohler, Jr., Asisten Direktur Divisi Kontra Intelijen FBI menuturkan sanksi terhadap Korut dirancang untuk melindungi komunitas internasional.

"Perusahaan ini menggunakan tipu muslihat untuk mencoba menyembunyikan aktivitas ilegalnya, tetapi FBI dan mitranya mampu menyingkap hal itu dan membantu menyeret terdakwa ke pengadilan." ujarnya.

Berdasarkan pernyataan fakta yang disepakati dalam DPA, BMJ mengakui sebagian bahwa mereka menjual produk ke dua perusahaan Korea Utara serta satu perusahaan perdagangan China sementara mengetahui bahwa produk tersebut ditujukan ke Korut. Baca juga: Korut Pamer Rudal Baru, Korsel Desak Perundingan Damai

Pada saat itu, sanksi AS terhadap Korut Mencegah, antara lain, bank koresponden di AS untuk memproses transfer uang antar bank di negara lain atas nama nasabah yang berlokasi di Korut.

Setelah mengetahui bahwa salah satu nasabah di Korut mengalami kesulitan melakukan pembayaran ke BMJ, pihak BMJ setuju untuk menerima pembayaran dari pihak ketiga yang tidak terkait dengan transaksi tersebut.

"Menerima pembayaran dari pihak ketiga ini akan menghindari mereka dari pemantauan sanksi dan sistem kepatuhan bank AS sehingga mereka terdorong untuk melakukan transaksi terlarang tersebut. Dengan asumsi BMJ akan terus mematuhi DPA, pemerintah AS telah setuju untuk menunda penuntutan untuk jangka waktu 18 bulan. Setelah jangka waktu tersebut, pemerintah AS akan melihat kemungkinan untuk membatalkan dakwaan," ujar kedubes AS.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: