Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ancang-ancang Infrastuktur dan Adopsi Kendaraaan Listrik

Ancang-ancang Infrastuktur dan Adopsi Kendaraaan Listrik Kredit Foto: Pertamina

Wakil Menteri BUMN Pahala Nugraha Mansury menjelaskan Antam dan Mind Id akan bertanggung jawab di sektor hulu, penambangan. Tugasnya memproses bahan baterai seperti nikel dan aluminium menjadi sulfat. Sementara PLN dan Pertamina fokus di sektor hilir; membentuk baterai, mendistribusikannya, dan membuat penyimpanan di tingkat rumah tangga.

"Jangka waktunya, kami berharap pembentukan IBC sebagai holding-nya bisa dibentuk di semester I tahun ini, mudah-mudahan sudah bisa berdiri," beber Pahala saat webinar EV Battery: Masa Depan Ekonomi Indonesia.

Baca Juga: The Big Four, Holding BUMN Ambisi Kuasai Pasar Baterai Kendaraan Listrik

Kementerian BUMN tengah berdiskusi dengan sejumlah calon mitra atau investor yang akan bergabung dalam proyek tersebut. Diakui Pahala, pihaknya membuka kesempatan untuk bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan global dari China, Korea, AS, atau dari negara-negara Eropa.

Kriterianya termasuk punya jejak global dalam industri baterai kendaraan listrik, punya rencana ekspansi bisnis, punya kekuatan finansial dan investasi di bidang baterai, punya reputasi merek yang baik, dan punya hubungan dengan perusahaan original equipment manufacturer (OEM).

Saat ini holding IBC tengah menjajaki kemitraan dengan setidaknya tiga perusahaan; CATL China, LG Chem Korsel, dan Tesla dari AS.

Pahala bilang Indonesia punya posisi yang kuat untuk membangun sebuah industri baterai yang terintegrasi karena memiliki cadangan nikel nomor satu di dunia saat ini. Nikel merupakan bahan baku untuk memproduksi baterai kendaraan listrik. Sumber daya mineral ini bakal memiliki nilai tambah lebih besar bagi Indonesia jika diolah menjadi baterai.

Potensi dampak PDB ke Indonesia bisa mencapai hingga US$25 miliar atau sekitar Rp350 triliun (kurs Rp14.000) dan penyerapan tenaga kerja sekitar 23 ribu orang dari pengembangan industri ini dengan peningkatan neraca pergadangan sekitar US$9 miliar atau Rp126 miliar (kurs Rp14.000). Tapi, hanya bisa terjadi jika bekerja sama dengan perusahaan yang memiliki teknologi. "Tanpa kemitraan belum tentu semua dari apa yang dihasilkan dari nikel bisa digunakan di Indonesia."

Komisaris Utama Mind Id Agus Tjahajana Wirakusumah mengungkapkan negosisasi dengan Tesla masih berlangsung hingga kini. Dia bilang pihaknya masih mempelajari apa yang diinginkan Tesla. Kemungkinan besar Tesla bakal masuk ke sistem penyimpanan energi atau energy storage system (ESS).

"Dari pembicaraan kemarin, mereka sepertinya mau masuk ke ESS," terang Ketua Tim Percepatan Pengembangan Proyek Electric Vechile Battery Nasional.

Sementara LG Chem meminta ketersediaan bahan baku, khususnya nikel, bisa terjamin demi kelangsungan bisnis. Sehingga investasi mereka di Indonesia tidak berakhir sia-sia. "Ini sesuatu yang wajar karena takutnya dalam 10 tahun, 20 tahun akan habis bahan bakunya," jelasnya.

Terkait pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik terintergrasi dari hulu hingga hilir, Agus sampaikan nilai investasinya mencapai US$13-17 miliar atau Rp182-238 triliun (kurs Rp14.000) dengan risiko yang tinggi serta pasar yang bergantung pada OEM.

"Teknologi baterai yang dipakai masih bergantung pada pemain global baterai dan secara off taker," ujarnya. Sementara Indonesia belum memiliki pengalaman yang memadai dalam membangun industri baterai kendaraan listrik.

Agus sebelumnya berkata bahwa holding IBC ini berambisi menjadi pemain global material hulu baterai dengan nikel sulfat pada 2025. "Kami berambisi menjadi produsen nikel sulfat global dengan produksi tahunan 50 ribu hingga 100 ribu ton untuk melayani ekspor global dan permintaan lokal," kata dia dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR (1/2/2021).

Selain itu, IBC juga berambisi menjadi pemain material antara (katoda) baterai dengan target produksi prekursor sampai katoda sebesar 120-240 ribu ton per tahun untuk ekspor dan industri lokal.

Adopsi Kendaraan Listrik

Efisiensi biaya menjadi salah satu alasan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memutuskan untuk mengalihkan kendaraan operasional kedinasan ke mobil listrik. Dengan mobil listrik, Pemprov Jabar mengklaim bisa menghemat pengeluaran anggaran biaya BBM hingga satu per limanya.

Kendaraan operasional kedinasan Gubernur dan Wagub Jabar telah beralih ke mobil listrik sejak pekan pertama Januari 2021. Keduanya menggunakan Ioniq dan Kona besutan Hyundai.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rosmayanti
Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: