Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pliss, Jangan Maksain! Penurunan Suku Bunga Bukan Jaminan Kredit Moncer

Pliss, Jangan Maksain! Penurunan Suku Bunga Bukan Jaminan Kredit Moncer Kredit Foto: Sufri Yuliardi

Menurutnya, penurunan suku bunga kredit memang diperlukan, tapi ini tidak cukup dan bukan faktor utama dalam mendorong pertumbuhan kredit. "Pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga, daya beli masyarakat, suku bunga, kualitas kredit tercermin NPL, dan penjualan eceran," tukasnya.

Dengan menggunakan model ekonometrika, secara umum terbukti bahwa pertumbuhan kredit dipengaruhi secara signifikan oleh variabel konsumsi rumah tangga (consumption), daya beli masyarakat (Real M2), suku bunga (interest rate), NPL, dan penjualan eceran (retail sales). Dan variabel yang paling sensitif (elastisitas paling tinggi) adalah pertumbuhan konsumsi RT dan daya beli masyarakat.

"Jika konsumsi RT dan daya beli masyarakat tidak kuat maka tidak kuat mendorong penyaluran kredit meskipun perbankan sudah menurunkan suku bunga dan perbankan sudah menurunkan bunga," tandasnya.

Di lain kesempatan, ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah menuturkan, Rigiditas atau kekakuan suku bunga kredit adalah fenomena moneter. Tidak turunnya suku bunga kredit ketika suku bunga acuan sudah turun bukan disebabkan oleh kurang transparannya bank dalam proses penetapan suku bunga kredit. Bukan juga disebabkan oleh kurang efisiennya pengelolaan bank.

Baca Juga: Januari 2021, BI Putuskan Tahan Suku Bunga Acuan di Level 3,75%

BI seharusnya sudah sejak dulu menganalisis penyebab tidak berjalannya transmisi moneter jalur suku bunga. Ketimbang sibuk mengurusi kebijakan lembaga lain, BI sebaiknya focus mencari apa yang salah pada operasi moneter. Segera rapihkan pekarangan sendiri jangan justru sibuk mengurusi halaman orang lain.

"Suku bunga adalah domain atau tugasnya BI. Rigiditas suku bunga menurut saya karena ada yang salah dalam operasi moneter BI. Sistem insentif yang diciptakan oleh operasi moneter BI membuat bank punya bargaining position yang besar terhadap nasabah kredit. Di sisi lain nasabah pemilik dana besar punya bargaining yang besar terhadap bank dan mampu menetapkan suku bunga. Jadi untuk menghilangkan rigiditas suku bunga kredit, BI menurut Saya perlu melakukan evaluasi terhadap operasi moneternya," jelasnya.

Dalam Penelitian yang dia lakukan pada tahun 2015 tentang perilaku pembentukan suku bunga bank umum menggunakan pendekatan game theory menunjukkan hasil yang sangat menarik. Ketika BI menurunkan suku bunga acuan, response terbaik (nash equilibrium) dari bank-bank adalah menurunkan suku bunga deposito dan disisi lain menahan suku bunga kredit.

"Artinya fenomena rigiditas suku bunga kredit sudah bisa diprediksi sejak awal. Bank-bank akan cenderung memanfaatkan turunnya suku bunga acuan untuk melebarkan net interest margin (NIM) gguna mendapatkan keuntungan yang lebih besar," ucap Piter.

Peluang bank mendapatkan keuntungan dengan memperlebar NIM tercipta dari operasi moneter Bank Indonesia. Kebijakan moneter yang cenderung kontraktif menawarkan insentif bagi bank sehingga bank-bank yang memiliki cost of fund yang cukup rendah bisa memilih menempatkan dananya di instrument moneter atau menyalurkannya dalam bentuk kredit.

"Bank memiliki bargaining position yang cukup tinggi terhadap nasabah kredit, termasuk dalam hal menetapkan suku bunga," tutupnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: