Kisah Perusahaan Raksasa: PTT, Pertamina-nya Thailand Jadi Taipan Minyak Paling Tajir Se-ASEAN
Ledakan (booming) ekonomi Thailand meningkatkan permintaan minyak bumi pada 1990-an. Sebagai tanggapan, PTT mendirikan dua perusahaan kilang baru pada tahun 1992: Kilang Rayong, bermitra dengan Shell Thailand, dan Kilang Minyak Star, bermitra dengan Caltex.
Sementara itu, PTT mulai mempersiapkan privatisasi yang akan datang, yang semula dijadwalkan pada 1999. Berdasarkan rencana privatisasi awal, perusahaan akan melakukan spin-off sejumlah unit bisnisnya, sebuah proses yang dimulai dengan penawaran umum PTTEP di 1996. Pada akhir tahun, rencana privatisasi PTT telah direvisi, menyerukan PTT Public Company Plc yang diusulkan untuk mempertahankan semua operasi yang ada.
PTT akhirnya menjadi perusahaan publik pada November 2001, ketika pemerintah Thailand menjual 30 persen sahamnya. Pencatatan tersebut mengumpulkan sekitar 726 juta dolar untuk pemerintah, yang menghadapi tenggat waktu atas utangnya yang sebesar 17 miliar dolar kepada Dana Moneter Internasional (IMF).
Sebagai perusahaan teratas di Thailand dan salah satu dari 50 perusahaan terbesar di kawasan pasar ASEAN, PTT menargetkan peningkatan kehadiran di pasar energi internasional. Upaya ini sudah dilakukan pada tahun 1990-an, diawali dengan pembelian 35 persen saham Petroasia, yang pada 1993 mulai membuka bengkel di China.
Lebih jauh di 2012, PTT membeli sisa 55 persen Sakari Resources, operator tambang batu bara Singapura. Di tahun yang sama pula, PTT mengambil alih Cove Energy plc, yang memiliki 8,5 persen saham di ladang gas alam besar di lepas pantai Mozambik. Yang terakhir, taipan asal Thailand dan Pertamina bermitra untuk membangun kompleks petrokimia baru di Indonesia dengan perkiraan biaya 4–5 miliar dolar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: