Ngeri Banget! Akhir Manuver Moeldoko: Demokrat Terbunuh, Mati di Tangan Pejabat!
Kepala Staf Presiden (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko terpilih sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat (PD) menggantikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berdasarkan hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deliserdang, Medan, beberapa waktu lalu.
Hasil KLB tersebut dikabarkan sudah diserahkan ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Kemenkumham sebelumnya juga telah sempat menyatakan akan memproses hasil KLB yang menetapkan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko sebagai ketum baru Partai Demokrat itu. Hasil verifikasi Kemenkumham terhadap KLB akan menjadi penentu keberlangsungan Partai Demokrat ke depan. Baca Juga: Gak Etis! Kalau di Negara Lain, yang Kayak Moeldoko Gini Pasti Mundur!
Pengamat politik Saiful Mujani mengatakan, manuver Moeldoko ini akan berujung pada kematian Partai Demokrat. Jika pemerintah melalui Kemenkumham menyetujui atau mengesahkan hasil KLB, maka Partai Demokrat berpotensi mati di tangan seorang pejabat negara. Baca Juga: Ketua DPC Partai Demokrat Yogyakarta dan Sleman Dipecat Gara-Gara...
"Hasil akhir dari manuver KSP Moeldoko ini adalah membunuh Partai Demokrat. Demokrat mati di tangan seorang pejabat negara. Backsliding demokrasi Indonesia makin dalam, dan ini terjadi di bawah Jokowi yang ironisnya ia justru jadi presiden karena demokrasi," beber Saiful Mujani melalui akun Twitter pribadinya @saiful_mujani yang diunggah pada Sabtu, 6 Maret 2021.
Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) itu, mengungkapkan bahwa saat lonceng kematian Partai Demokrat saat ini ada di tangan negara. Negara dalam hal ini, yaitu Menkumham, Yasonna H Loaly.
"Setelah KSP Moeldoko ditetapkan jadi ketua partai Demokrat lewat KLB maka selanjutnya tergantung negara, lewat menkumham dari PDIP, Yasona, mengakui hasil KLB itu atau tidak. Kalau mengakui, dan membatalkan kepengurusan PD AHY, lonceng kematian PD makin kencang," cuitnya.
Kisruh Partai Demokrat antara kubu AHY dan Moeldoko ini berpotensi berlanjut hingga ke pengadilan. Saiful Mujani memprediksi AHY akan menggugat ke pengadilan jika pemerintah mengakui KLB Deli Serdang.
"PD AHY selanjutnya akan menggugat ke pengadilan, dan ini biasanya hanya bisa selesai di Mahkamah Agung. Berarti itu bisa makan waktu lama, bisa sampai melewati deadline daftar pemilu 2024. Katakanlah Demokrat KSP Moeldoko yang bisa ikut pemilu. Lalu bagaimana peluangnya?," bebernya.
Mujani mengaku tak bisa membayangkan Partai Demokrat pernah besar dan bahkan terbesar pada 2009, nantinya dijalankan tanpa sosok SBY. Kata Mujani, suka ataupun tidak itu adalah fakta. "Moeldoko bisa gantikan itu? seperti mantan jenderal-jenderal lainnya mimpin partai, KSP ini tak lebih dari Sutiyoso, Hendro, Edi Sudrajat, yang gagal membesarkan partai," imbuhnya
Akibatnya, kata Mujani, pada Pemilu 2024 nanti, Partao Demokrat bisa bernasib seperti Partai Hanura yang sekarang. Di mana, Partai Hanuara yang hilang di parlemen setelah Wiranto tak lagi memimpin.
"Pelemahan demokrasi ini bisa dihentikan dengan mencegah negara ikut campur internal partai sebagai pilar utama demokrasi. Presiden punya wewenang lebih dari cukup untuk menghentikan kemerosotan demokrasi ini. Tapi ini sebagian tergantung pada komitmen presiden untuk demokrasi," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Lestari Ningsih