AS Berturut-turut Jatuhkan Sanksi buat Anak-anak Jenderal Junta Myanmar
Pemerintah Amerika Serikat menjatuhkan sanksi kepada dua anak Jenderal Min Aung Hlaing, Rabu (10/3/2021) waktu setempat. Dalam pernyataan para Rabu, Departemen Keuangan AS menyatakan telah memberikan sanksi kepada dua anak dewasa sang jenderal yaitu Aung Pyae Sone dan Khin Thiri Thet Mon, serta enam perusahaan yang mereka kendalikan.
"Para pemimpin kudeta, dan anggota keluarga dewasa mereka, seharusnya tidak dapat terus mendapatkan keuntungan dari rezim karena menggunakan kekerasan dan memperketat cengkeramannya pada demokrasi," ujar Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Al Jazeera, Kamis.
Baca Juga: Kasusnya Bertambah, Junta Myanmar Tuduh Suu Kyi Terima Aliran Dana Rp17 Miliar
"Kami tidak akan ragu untuk mengambil tindakan lebih lanjut terhadap mereka yang memicu kekerasan dan menekan keinginan masyarakat," ujarnya.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada Rabu (10/3) juga mengecam kekerasan junta dan aparat kepolisian terhadap pengunjuk rasa damai penentang kudeta Myanmar. DK PBB meminta junta untuk menahan diri dari bertindak berdasarkan kewenangannya.
Dalam sebuah pernyataan, DK PBB mengatakan, bahwa pihaknya mengutuk keras kekerasan aparat polisi pada pengunjuk rasa termasuk wanita, pemuda, dan anak-anak. Dewan meminta militer untuk menahan diri sepenuhnya dan menekankan bahwa pihaknya mengikuti situasi dengan cermat.
Namun demikian, bahasa yang mengutuk kudeta dan mengancam kemungkinan tindakan lebih lanjut telah dihapus dari teks rancangan Inggris, karena ditentang oleh Cina, Rusia, India dan Vietnam.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, dia berharap pernyataan DK PBB akan mendorong militer untuk menyadari betapa sangat penting bahwa semua tahanan politik yang ditahan junta harus dibebaskan dan bahwa hasil pemilihan November juga harus dihormati.
Junta telah membenarkan kudeta dengan tudingan pemilihan umum November diselimuti penipuan. Hal itu tetap dijadikan pembenaran oleh junta untuk melakukan kudeta yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing meski komisi pemilihan membantah tudingan tersebut. Junta pun memberlakukan keadaan darurat dan menjanjikan pemilu baru, tapi belum mengatakan kapan.
Guterres mengakui bahwa Myanmar bukanlah demokrasi yang sempurna sebelum kudeta. "Masih sangat di bawah kendali militer dalam banyak aspek, yang membuat kudeta ini semakin sulit dipahami, terutama tuduhan kecurangan pemilu oleh mereka yang sebagian besar menguasai negara," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: