Indonesia merupakan negara dengan tingkat populasi yang besar dengan jumlah penduduk mencapai 270 juta orang pada September 2020. Banyaknya jumlah penduduk yang ada menyebabkan tingginya volume sampah yang dihasilkan per hari.
Salah satunya adalah minyak jelantah, limbah rumah tangga yang diketahui selalu meningkat jumlahnya karena tingginya penggunaan minyak goreng untuk keperluan memasak sehari-hari. Dikategorikan sebagai minyak bekas pemakaian rumah tangga, minyak jelantah berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti minyak sayur, minyak jagung, dan sebagainya.
Baca Juga: Dorong UKM Batik, BPPT: Minyak Sawit Berpotensi sebagai Malam Batik
Dalam publikasi Indonesia Oilseeds and Products Annual 2019 diketahui bahwa konsumsi minyak goreng rumah tangga di Indonesia mencapai 13 juta ton. Data United States Department of Agriculture atau USDA menunjukkan, negara yang mengonsumsi minyak goreng paling banyak pada 2019 berturut-turut adalah Indonesia, India, China, dan Malaysia.
Seperti diketahui, tingginya tingkat konsumsi minyak goreng inilah yang kemudian menghasilkan residu berupa minyak jelantah di Indonesia. Namun, berdasarkan kajian TNP2K dan Traction Energi Asia pada tahun 2019, minyak jelantah yang dapat dikumpulkan di Indonesia baru mencapai 3 juta KL atau hanya 18,5% dari total konsumsi minyak goreng sawit nasional.
"Pada tahun 2009, konsumsi energi nasional untuk sektor transportasi mencapai 29 persen, sedangkan sektor industri mencapai 43 persen, dan sektor rumah tangga sebesar 20 persen. Untuk tahun 2019, konsumsi energi nasional untuk sektor transportasi mencapai 41 persen, sektor industri 39 persen, dan rumah tangga 15 persen," jelas Koordinator Keteknikan dan Lingkungan Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Efendi Manurung.
Dalam webinar online, Waste4Change, Kementerian ESDM RI x Pemkot Bekasi 'Mengenal Potensi dan Dampak Minyak Jelantah', Selasa (16/3/2021), Efendi Manurung juga menjelaskan bahwa sesuai dengan kebijakan energi nasional, Indonesia memiliki target Energi Terbarukan pada 2025 sebesar 23 persen. Hingga saat ini, lanjutnya, target baru mencapai 10.9 persen.
Banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami cara membuang minyak jelantah yang baik dan benar sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan, khususnya pencemaran perairan. Akibatnya, angka Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) mengalami peningkatan sehingga jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme mengurai bahan organik menjadi makin banyak, sementara kualitas air menurun.
Efendi mengatakan, Indonesia memiliki potensi Crude Palm Oil (CPO) yang sangat besar. Pada 2019, produksi CPO di Indonesia mencapai 42,8 juta ton dan di 2020 sudah mencapai sekitar 50 juta ton. Pemanfaatan produk dan limbah sawit sebagai sumber energi akan berkontribusi pada pencapaian target bauran energi terbarukan serta meningkatkan ketahanan energi berbasis sumber daya dalam negeri.
"Semua komponen kelapa sawit dapat dijadikan energi, mulai dari batang, daun, hingga buah. Melalui pemanfaatan sawit ini, Indonesia menginisiasi Program B30 (biodiesel 30%, solar 70%) yang merupakan salah satu upaya sektor energi dalam mencapai target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Pengolahan minyak kelapa sawit menjadi bahan bakar nabati (BBN) atau biodiesel merupakan salah satu bagian dari hilirisasi sektor kelapa sawit," kata Efendi.
Sementara itu, Wakil Walikota Bekasi Tri Adhianto Tjahyono mengatakan bahwa Kota Bekasi memiliki permasalahan yang cukup kompleks karena TPA yang dimiliki memiliki keterbatasan dengan jumlah penduduk sebesar 2,4 juta jiwa menghasilkan sampah sebesar 1.800 ton per hari, ditambah lagi dengan sampah yang diproduksi penduduk DKI Jakarta yang mencapai 8.000 ton per hari.
"Kapasitas TPA makin sempit dan ekosistem pun makin rusak sehingga harus ada terobosan untuk menyelesaikan permasalahan ini," kata Tri, Selasa (16/3/2021).
Tri menuturkan, Kota Bekasi sejauh ini telah melaksanakan program-program pengelolaan sampah mulai dari pelarangan penggunaan kemasan plastik, pemilahan sampah, bank sampah, sedekah sampah. Namun demikian, program-program ini belum terlalu efektif mengurangi volume sampah. "Perlu komitmen yang lebih kuat dari seluruh pihak, khususnya pemerintah," tuturnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, Waste4Change, startup pengelolaan sampah yang bertanggung jawab (responsible waste management) berinisiatif melaksanakan sosialisasi dan edukasi pemanfaatan minyak jelantah secara berkelanjutan bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Pemerintah Kota Bekasi guna menggali perspektif pemerintah terhadap potensi minyak jelantah dan meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan minyak jelantah dalam rangka mengurangi dampak kerusakan lingkungan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Rizky Fauzan
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: