Di hadapan masyarakat Kabupaten Gianyar Bali, Wakil Ketua MPR RI, Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid MA, menegaskan jika proses berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dilakukan melalui dialog yang melibatkan berbagai perwakilan kelompok masyarakat. Termasuk, masyarakat Bali yang saat itu diwakili oleh sosok seorang sarjana hukum pertama dari Bali bernama I Gusti Ketut Pudja.
Dalam perjalanannya, I Gusti Ketut Pudja yang juga anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) terlibat aktif dalam pembahasan lahirnya Pancasila 18 Agustus 1945. Ia termasuk kelompok Indonesia Timur yang keberatan terhadap tujuh kata dalam piagam Jakarta sehingga mengusulkan perlu adanya perubahan. Menurut I Gusti Ketut Pudja, kemerdekaan Indonesia bukan untuk satu golongan saja, tapi untuk semua yang ada, seperti saat sebelum Indonesia merdeka.
Baca Juga: Tamparan Keras Ketua MPR untuk Pencetus Isu Presiden 3 Periode: Halu!
"Indonesia bukan negara agama, tetapi bukan pula negara yang antiagama. Sila pertama menjamin keragaman beragama, termasuk kebebasan menjalankan agama bagi tiap-tiap pemeluknya. Ini adalah keputusan yang diambil oleh para pendiri bangsa Indonesia dan harus dipertahankan sampai kapanpun," kata Hidayat Nur Wahid (HNW) dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (21/3/2021).
Pernyataan tersebut disampaikan secara daring oleh Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid saat memberikan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di hadapan Yayasan Dharma Sinergi Pertiwi Gianyar Bali. Acara tersebut berlangsung di Aula Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar, Bali Sabtu (20/3/2021). Ikut hadir pada acara tersebut sekretaris Fraksi PKS MPR H. Johan Rosihan, S.T, serta Komandan DENPAL IX/3 Singaraja, Letkol CPL Marhan.
Pancasila, kata Hidayat, merupakan satu dari empat warisan para pendiri bangsa yang membuat Indonesia akan terus bersatu dan tidak gampang bercerai berai. Selain Pancasila, ada juga UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara, bentuk negara NKRI, serta Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.
"Warisan para pendiri bangsa itu harus terus dijaga dan dilestarikan. Jangan sampai kita meniru Yugoslavia; negara itu hancur dan terpecah belah setelah pendirinya meninggal. Padahal, potensi perpecahan Indonesia jauh lebih besar dibanding Yugoslavia," kata HNW menambahkan.
Sebelumnya, Sekretaris Fraksi PKS MPR RI H. Johan Rosihan, S.T, mengingatkan bahwa Pancasila memiliki keterikatan yang sangat kuat dengan bangsa Indonesia. Ini terjadi karena nilai-nilai dalam Pancasila digali dari bumi bangsa Indonesia sendiri. Karena itu, tidak ada satu pun sila-sila dalam Pancasila yang bertentangan dengan nilai-nilai yang tumbuh di masyarakat.
"Karena digali dari bumi Indonesia, tidak ada satupun masyarakat Indonesia yang tidak nyaman terhadap Pancasila. Semua masyarakat menerima pancasila, seperti mereka menerima nilai-nilai yang berkembang di sekitarnya," kata Johan Rosihan menambahkan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: