Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gak Pernah Duet, Rusia-China Dituduh Uni Eropa Halangi Upaya Internasional di Myanmar

Gak Pernah Duet, Rusia-China Dituduh Uni Eropa Halangi Upaya Internasional di Myanmar Kredit Foto: Flickr/European Parliament
Warta Ekonomi, Brussels -

Uni Eropa (UE) menuturkan, Rusia dan China menghambat tanggapan internasional terhadap kudeta militer Myanmar. UE juga mengatakan dapat menawarkan lebih banyak insentif ekonomi jika demokrasi kembali ke Myanmar.

Meski demikian, kepala Kebijakan Luar Negeri UE, Josep Borrell menuturkan bahwa dia tidak terkejut dengan langkah Rusia dan China tersebut.

Baca Juga: Penangkapan Makin Gencar, Artis Papan Atas Myanmar Dijemput 50 Personel Junta Militer

Seperti diketahui, China dan Rusia sama-sama memiliki hubungan dengan Angkatan Bersenjata Myanmar, masing-masing sebagai pemasok senjata terbesar pertama dan kedua ke negara itu.

"Tidak mengherankan jika Rusia dan China memblokir upaya Dewan Keamanan (DK) PBB, misalnya untuk memberlakukan embargo senjata," kata Borrell dalam sebuah pernyataan.

"Persaingan geopolitik di Myanmar akan membuat sangat sulit untuk menemukan kesamaan. Tapi, kita punya kewajiban untuk mencobanya," sambungnya, seperti dilansir Reuters pada Senin (12/4/2021).

Borrell kemudian mengatakan pasukan keamanan Myanmar telah menewaskan ratusan demonstran, termasuk 46 anak-anak. Menurutnya, ini adalah sesuatu yang sangat mengerikan.

"Dunia menyaksikan dengan ngeri, karena tentara menggunakan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri," katanya. Baca juga: Uni Eropa Terapkan Sanksi pada Militer Myanmar, Target Para Jenderal

UE, jelasnya, sedang menyiapkan sanksi baru bagi individu dan perusahaan milik militer Myanmar. UE pada Maret menyetujui serangkaian sanksi pertama terhadap 11 orang yang terkait dengan kudeta, termasuk panglima militer.

Sementara pengaruh ekonomi UE di negara itu relatif kecil, Borrell mengatakan UE dapat menawarkan untuk meningkatkan hubungan ekonominya dengan Myanmar jika demokrasi dipulihkan.

"Itu bisa mencakup lebih banyak perdagangan dan investasi dalam pembangunan berkelanjutan," tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: