Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Setelah Amerika Angkat Kaki, Taliban Ancam Wanita Afghanistan Tak Miliki Hak Perempuan

Setelah Amerika Angkat Kaki, Taliban Ancam Wanita Afghanistan Tak Miliki Hak Perempuan Kredit Foto: Getty Images/AFP/Patrick Semansky
Warta Ekonomi, Washington -

Sejumlah badan intelijen Amerika Serikat (AS) memperingatkan hak-hak terhadap perempuan di Afghanistan akan berisiko setelah pasukan AS mundur akhir tahun ini. Hal ini diungkapkan dalam sebuah laporan yang tidak diklasifikasikan, yang dirilis oleh Direktur Intelijen Nasional, dikutip Kamis (6/5/2021).

Laporan tersebut mengatakan Taliban secara luas tetap konsisten untuk membatasi hak-hak perempuan. Mereka akan membatasi hak-hak perempuan ketika mendapatkan kembali kekuatan nasional.

Baca Juga: Amerika Baru Angkat Kaki, Tentara Afghanistan Terlibat Pertempuran dengan Taliban

Laporan tersebut adalah peringatan terbaru AS tentang konsekuensi penarikan pasukan AS dari Afghanistan, yang sudah berlangsung pada 1 Mei lalu hingga 11 September. Penarikan pasukan dilakukan dua dekade setelah koalisi pimpinan Amerika menggulingkan Taliban.

Selama pemerintahan Taliban pada tahun 1990-an, sebagian besar perempuan hanya boleh berdiam di dalam rumah. Selain itu, anak perempuan tidak memiliki akses ke pendidikan.

Taliban memberlakukan versi ekstrem dari hukum Syariah Islam dengan sedikit konsekuensi. Setelah invasi pimpinan AS menggulingkan kelompok Alqaeda dan membunuh pemimpin mereka, Osama bin Laden, pemerintahan demokratis dan hak asasi manusia di Afghanistan menjadi prioritas Barat.

Dua pertiga dari populasi Afghanistan berusia 25 tahun atau lebih muda. Afghanistan tetap menjadi salah satu negara terburuk di dunia bagi hak-hak perempuan, terutama di daerah perdesaan. Setelah Taliban tak lagi berkuasa, perempuan Afghanistan mulai mengambil posisi di Parlemen, bersekolah dan menjalankan bisnis.

Namun ada kekhawatiran ketika pasukan AS meninggalkan Afghanistan, hak perempuan akan kembali dirampas. Mereka akan kembali dipaksa mengenakan burqa maupun cadar yang menjadi simbol pemerintahan Taliban.

Bulan lalu Taliban mengeluarkan pernyataan bahwa mereka berjanji tidak akan membatasi hak-hak perempuan. Taliban menyatakan, perempuan tetap dapat melayani masyarakat dalam bidang pendidikan, bisnis, kesehatan, dan sosial. Namun mereka harus tetap menggunakan jilbab dengan benar. Akan tetapi laporan yang dirilis Selasa menggarisbawahi skeptisisme Amerika terhadap janji tersebut.

"Taliban telah melihat pergantian kepemimpinan yang minimal, mempertahankan posisi negosiasi yang tidak fleksibel, dan menerapkan batasan sosial yang ketat di area yang sudah dikontrolnya," kata laporan itu.

"Kemajuan apa pun dalam hak-hak perempuan mungkin lebih disebabkan oleh tekanan eksternal daripada dukungan domestik, menunjukkan bahwa hal itu akan berisiko setelah penarikan koalisi," ujar laporan itu.

Menurut para analis, teknologi dan tekanan internasional dapat meningkatkan perlakuan terhadap perempuan di bawah kepemimpinan Taliban. Afghanistan memiliki sekitar 27 juta akun ponsel atau sekitar dua pertiga dari perkiraan populasinya.

Hal ini berpotensi meningkatkan kesadaran dunia tentang perilaku ekstrem Taliban. Setelah pertarungan selama dua dekade, perhatian internasional pada aktivitas Taliban mungkin meningkat.

"Keinginan Taliban untuk bantuan asing dan legitimasi mungkin sedikit memoderasi perilakunya dari waktu ke waktu. Namun, pada hari-hari awal pembentukan kembali Emiratnya, Taliban mungkin akan fokus untuk memperluas kendali dengan persyaratannya sendiri," ujar laporan itu.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken telah mengakui tidak menutup kemungkinan Taliban akan mengambil alih Afghanistan setelah penarikan pasukan AS. Namun dia juga menegaskan bahwa kelompok tersebut harus merangkul atau setidaknya menolerir hak-hak perempuan, anak perempuan, dan minoritas jika ingin dipandang sah oleh komunitas internasional.

Para kritikus mengatakan Taliban tidak pernah menunjukkan minat untuk diterima oleh komunitas internasional. Mereka memilih untuk berkuasa pada 1990-an dan antara 2000-2001. Ketika itu, mereka dijauhi oleh hampir setiap negara di dunia.

Senator AS Jeanne Shaheen, DN.H., mengatakan dalam sebuah pernyataan dia akan bekerja dengan pemerintahan Biden untuk menjaga kemajuan yang telah diraih oleh Afghanistan. Dia juga ingin transisi pemerintahan Afghanistan berjalan dengan stabil dan inklusif.

“Bagaimanapun saya bisa memastikan setiap upaya dilakukan untuk menjaga kemajuan yang dibuat, dan mendukung mitra kami di lapangan untuk mengamankan sebuah kestabilan dan  pemerintahan transisi yang inklusif," ujar Shaheen.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: