Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

KPK di Mata Seorang Presiden Joko Widodo

Oleh: C. Suhadi, Ketua Umum Negeriku Indonesia Jaya (Ninja)

KPK di Mata Seorang Presiden Joko Widodo Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan

Barangkali bagi saya yang selalu memperhatikan gerak kerja KPK, langkahnya tidak ada yang salah. Namun menjadi lucu manakala langkah tegas KPK yang selalu mengaum dalam penegakan Korupsi dikaitkan dengan jenggot dan celana cingkrang seorang Penyidik KPK lalu memeteraikan mereka dengan embel-embel Kadrun. 

Saya setuju dan masyarakat setuju, Novel yang menjadi ikon kpk tidak boleh mendominasi KPK, tapi logikanya kalau kita mengambil patron seperti itu, apakah ada orang sekelas Novel. 

Baca Juga: TWK Dibilang Aneh Bin Ajaib, Ali Ngabalin Sewot Sampai Tunjuk-tunjuk Mantan Penasihat KPK

Harusnya untuk menuju kesana, komisioner KPK, masyarakat pemerhati KPK terus mendorong untuk mencari bibit orang sekelas NB, baru kemudian dengan banyaknya Penyidik handal kita boleh menghardik Novel dari tubuh KPK kalau memang kita punya data bahwa NB adalah kadrun. 

Sebab yang perlu kita sadari dalam kaitan ini (Penegakan Hukum di KPK), yang tidak suka KPK bukan saya, masyarakat Indonesia akan tetapi adalah Pejabat berdasi, Pengusaha hitam dll. Karena bisa saja skenario ini gongnya ada disana dan orang-orang yang membenci KPK karena Novel berjenggot adalah imbas dari rangkaian skenario panjang untuk memberangus KPK secara systimatis. 

Apabila skenario ini tercapai maka akan sangat tragis KPK mati suri di tangan Pemerintah Jokowi. 

Oleh karena itu insting Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat berilian dalam menyikapi gerak langkah KPK ke depan. Presiden sebagaimana pernyataan sikapnya untuk tidak menyingkirkan Pegawal Penyidik KPK dalam bentuk pemberhentian, akan tetapi lebih mengedepankan sisi Kemanusian, yaitu pembinaan.

Ini langkah yang humanis dan harmonis. Karena dengan begitu tidak ada peran yang paling besar selain mengakomodir penyidik KPK yang tidak lolos test nilai-nilai kebangsaan dengan cara memberi prioritas pembinaan secara menyeluruh. 

Secara logika ajakan Presiden itu tepat, mengingat mereka bukan calon pegawai negeri sipil yang baru ikut ujian, tapi mereka adalah orang orang yang sudah mapan di KPK. Sehingga sangat tidak tepat cuma engga hafal Pancasila dan tidak dapat menyanyikan lagu Garuda Pancasila terus mereka engga boleh lagi berada di KPK.

Dan kalau ukurannya itu, coba tanya sama diri kita, bagaimana dibanyak kegiatan banyak tokoh negara yang tiba tiba harus melepaskan predikat kenegarawanannya karena hanya tidak hafal Pancasila, tentu tidak. Lupa, grogi serta aspek lainnya harus tidak boleh lepas dari unsur manusia. 

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: