Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Innalillahi... Pernyataan Ngeri ICW: Pemberantasan Korupsi Sudah Menemui Ajalnya

Innalillahi... Pernyataan Ngeri ICW: Pemberantasan Korupsi Sudah Menemui Ajalnya Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso

Keenam, lanjut Kurnia, pernyataaan Pimpinan KPK dan Kepala BKN patut dianggap sebagai upaya pembangkangan atas perintah Presiden Joko Widodo. Kurnia mengatakan, beberapa waktu lalu Presiden telah menegaskan bahwa TWK tidak bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan sejumlah pegawai KPK.  

Namun, ucap Kurnia, dua lembaga itu malah menganggap pernyataan Presiden sebagai angin lalu semata. Padahal, berdasarkan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 disebutkan bahwa Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan manajemen ASN. Selain itu, akibat perubahan UU KPK, khususnya Pasal 3, lembaga antirasuah tersebut merupakan lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif. 

"Jadi, pada dasarnya, tidak ada alasan bagi dua lembaga itu mengeluarkan kebijakan administrasi yang bertolak belakang dengan pernyataan Presiden," ucapnya.

Ketujuh, putusan untuk memberhentikan sejumlah pegawai KPK terkesan terburu-buru tanpa didahului dengan melakukan mekanisme evaluasi secara menyeluruh atas penyelenggaraan TWK. Kurnia mengatakan sejak polemik TWK ini menguak ke tengah publik, terdapat sejumlah elemen dan organisasi yang mengkaji keabsahan pemberhentian pegawai KPK. 

"Mulai dari masyarakat sipil, organisasi keagamaan, mantan Pimpinan KPK, bahkan puluhan guru besar telah mengeluarkan sikap penolakan penyelenggaraan TWK dan hasilnya dengan berbagai alasan yang logis dan berdasar hukum. Untuk menegaskan berbagai pelanggaran, sejumlah pegawai yang dinyatakan tidak lolos TWK juga mendatangi beberapa lembaga negara, diantaranya: Ombudsman dalam konteks perbuatan maladminstrasi dan Komnas HAM," ujarnya.

Kedelapan, patut diduga ada sejumlah kelompok yang bersekongkol dengan Pimpinan KPK untuk memberhentikan pegawai-pegawai KPK. Kurnia menyebut indikasi ini menguat tatkala para pendengung (buzzer) memenuhi media sosial dan diikuti pula dengan upaya peretasan kepada pihak-pihak yang mengkritisi TWK. 

"Namun, isu yang dibawa oleh para buzzer terlihat usang dan tidak pernah bisa menunjukkan bukti konkret, misalnya tuduhan taliban dan radikalisme di KPK," katanya.

Atas permasalahan ini, ICW pun mendesak Dewan Pengawas segera menyidangkan dugaan pelanggaran kode etik seluruh Pimpinan KPK terkait pemberhentian pegawai dalam Tes Wawasan Kebangsaan.

ICW juga mendesak Presiden Joko Widodo memanggil, meminta klarifikasi, serta menegur Kepala BKN dan seluruh Pimpinan KPK atas kebijakan yang telah dikeluarkan perihal pemberhentian 51 pegawai KPK.

Terakhir, ICW mendesak Presiden Joko Widodo membatalkan keputusan Pimpinan KPK dan Kepala BKN dengan tetap melantik seluruh pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara.

Diketahui, hasil koordinasi KPK, BKN, Kemenpan RB, Kemenkumham, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Lembaga Administrasi Negara (LAN) menyatakan bahwa 51 dari 75 pegawai itu dinyatakan tidak lulus semenetara 24 sisanya dapat dibina lebih lanjut sebelum diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Pada Selasa (25/5), Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan bahwa 24 pegawai sisanya akan mengikuti pendidikan dan pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan. 

Dia mengungkapkan, mereka juga diwajibkan menandatangani kesediaan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan sebelum mengikuti pendidikan. "Dan pada saat selesai pendidikan dan pelatihan wawasan kebangsaan dan bela negara. Kalau kemudian yang bersangkutan itu tidak lolos yang bersangkutan juga tidak bisa diangkat jadi ASN," katanya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: